Jokowi: Pilihlah Tokoh yang ‘Bener’! Sebagai Antitesa yang ‘Gak Bener’

Loading

Oleh: Andre Vincent Wenas

Menohok sih, walau pesannya melingkar. Khas Jokowi memang. Siapa lagi asosiasi publik tentang tokoh yang ‘Gak Bener’ itu? Semua sudah tahu sama tahu. Kejadiannya di acara HUT ke-58 Partai Golkar.

Persisnya cuplikan pidato Presiden Joko Widodo itu seperti ini: “Golkar sebagai partai yang sudah matang, punya pengalaman malang-melintang, sudah 58 tahun, ini pengalaman yang sangat panjang. Banyak makan asam garam dalam perpolitikan Indonesia. Oleh sebab itu, saya yakin Golkar akan dengan cermat, akan dengan teliti, akan dengan hati-hati, tidak sembrono dalam mendeklarasikan calon presiden dan wakil presiden 2024…”

Lalu disambung, “Dan saya juga meyakini bahwa yang akan dipilih oleh Partai Golkar, capres maupun cawapres, ini adalah tokoh-tokoh yang ‘bener’. Silakan terjemahkan sendiri!”

Apakah ini sebuah sindiran halus yang bikin ketawa, atau malah sebuah sinisme politik yang seperti silet telah mengiris perasaan sementara pihak?

Bahwa untuk menentukan calon pemimpin bangsa memang disyaratkan suatu ‘wisdom’ (kebijaksanaan) yang lewat pengalaman malang-melintang serta telah makan asam garam perpolitikan Indonesia jadi mampu untuk tidak sembrono! Mampu cermat, teliti dan hati-hati!

Maksudnya tidak sembrono itu ya mampu cermat, teliti serta hati-hati? Kenapa? Supaya, “…yang dipilih…adalah tokoh-tokoh yang ‘bener’.” Lalu disambung, “Silakan terjemahkan sendiri!”

Tersirat nada kegundahan, yang akhirnya terumus dalam kata perintah (imperative sentence) yang dengan sopan diartikulasikan, “Silakan terjemahkan sendiri!”

Baik, kita terjemahkan sendiri: bahwa lawan kata dari “yang bener” tentunya adalah “yang gak bener”.  Betul kan? Dan, siapa yang dimaksud dengan tokoh yang “gak bener” itu? Silakan terjemahkan sendiri!

Kalau masih perlu bantuan google, silakan ketik: gabener.

Belum selesai, Jokowi masih cerita perumpamaan tentang 2 calon pilot yang bakal direkrut. Pilot pertama berjanji akan mematuhi semua aturan penerbangan, sedangkan pilot kedua mengumbar janji bakal memberi kelas bisnis plus diskon tiket bagi penumpang.

Mana yang bakal kita pilih? Yang disiplin taat aturan, atau yang mengumbar janji tak masuk akal? Kita tafsirkan, kalau membiarkan semua masuk kelas bisnis dengan tiket diskon (ini seperti membiarkan bancakan berjamaah APBD misalnya, yang penting tidak saling usik, tak peduli korporasi itu bakal bangkrut).

Semiotika politik Jokowi dalam pidatonya kali ini terlalu gamblang. Mungkin itu yang membuat Surya Paloh tersipu-sipu.

Sabtu, 22 Oktober 2022

Penulis merupakan Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis PERSPEKTIF (LKSP), Jakarta.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *