Kupang, Garda Indonesia | Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Republik Indonesia pada Senin, 17 Oktober 2022, menghelat rapat koordinasi dengan segenap pengurus Bank NTT.
Rakor yang berlangsung di lantai lima Kantor Pusat Bank NTT itu hadir Abdul Haris selaku Kasatgas Korsup Wilayah V KPK, bersama Abdul Jalil Marzuki, Handayani, Ardiansyah Putra dan Dayat Darwanto masing-masing selaku fungsional KPK.
Sementara dari Bank NTT hadir Direktur Teknologi Informatika dan Operasional (TI & Ops), Hilarius Minggu, bersama tiga direktur lainnya, yakni Direktur Kredit, Paulus Stefen Messakh, Direktur Dana dan Treasury, Yohanis Landu Praing dan Direktur Kepatuhan, Christofel Adoe.
Sementara Direktur Utama Bank NTT, Harry Alexander Riwu Kaho, pada saat yang sama, memenuhi panggilan untuk mengikuti pertemuan dengan Gubernur NTT, Viktor Laiskodat, bersama pimpinan Bank Indonesia. Ditengarai, pertemuan itu penting, terkait kondisi ekonomi NTT.
“Kedatangan kami ke sini dalam rangka tugas pokok KPK terkait dengan tiga tugas pokok program pencegahan tindak pidana korupsi, pendidikan anti tindak pidana korupsi dan penindakan. Di sini kami utamakan pada pencegahan,” tegas Abdul Haris membuka diskusi.
Peranan BPD di pemerintahan daerah bagi KPK sangat vital khususnya dalam rangka membantu identifikasi pendapatan asli daerah, pembinaan pengusaha UMKM, dan kegiatan-kegiatan lainnya dengan tujuan ke depan pemda-pemda yang ada di NTT adalah pemda yang mandiri.
“Di mana pemda tersebut dapat melakukan pengelolaan baik penerimaan maupun pengeluaran tanpa bergantung pada pemerintah pusat. Di sinilah tugas BPD untuk membantu pemda, khususnya untuk meningkatkan PAD,” tegas Haris.
Bahkan Satgas KPK pun saat itu mendalami implementasi penagihan sembilan pajak daerah ditambah retribusi, pajak kendaraan, PBB yang sudah menjadi tanggung jawab Bank Pembangunan Daerah yang dalam pelaksanaannya bekerja sama dengan pemda.
“Terus terang, ini (kerja sama sembilan pajak daerah) rendah. Saya kemarin dari Flores, Sumba, dan saya ingin tahu apakah semua sudah menggunakan sistem ini yakni aplikasi MPOS. Tolong sampaikan ke KPK Pemda mana saja yang belum mau Bank NTT kelola sembilan pajak daerah. Nanti sampaikan. Terus terang di NTT ini SDM pemda itu lemah semua. Didorong, ditegur, baru datang. Saya bolak balik pak. Biar saya panggil ke KPK saja, kalau enggak mau dibina ya diselesaikan saja. Seperti itu. Nanti tolong komunikasikan pemda-pemda mana,” pinta Haris tegas.
Untuk diketahui, sebagai pengganti alat rekam transaksi online (tapping box), Bank NTT menyediakan EDC sebagai sarana pembayaran pajak daerah yang memiliki fitur. Salah satunya MPOS yakni aplikasi yang diperuntukkan untuk pajak hotel dan resto.
Tak hanya itu, ada juga aplikasi retribusi untuk retribusi daerah seperti parkir, wisata, pasar dan sebagainya. Dan ada juga dashboard monitoring yakni fitur yang disewakan kepada pemda untuk mengontrol dan mengatur besaran nominal pungutan pajak dana retribusi daerah.
Ditambahkan Handayani, KPK ingin memastikan pendapatan dari pajak daerah ini tidak bocor ke saku oknum tertentu.
“Salah satu upayanya adalah ada data yang terkoneksi dan ada sistem yang bisa mengendalikan. Kalau empat pemda ini belum punya sistem pembayaran pajak, ini sangat rentan. Kami juga khawatir. Pajak-pajak daerah yang masuk sudah dikelola dengan benar, atau jangan-jangan sudah dikorupsi di sana. Nah, kita harap Bank NTT bisa berperan. Setelah rapat ini kami mendorong agar ada rekomendasi, pemda segera diproses untuk proses integrasi data pajaknya. Agar potensi-potensi penyelewengan ini bisa terhindar,” tegasnya serius.
Saat itu pihak Bank NTT menjelaskan mengenai host to host Bank NTT dan pemerintah daerah dalam pembayaran pajak di mana dari Pemerintah Provinsi NTT beserta 22 kabupaten/kota, sebanyak 19 daerah pembayaran pajaknya dalam status live, sedangkan empat lainnya masih berproses. Keempat kabupaten itu, Sabu Raijua, Sumba Barat, Lembata dan Nagekeo.
Diperjelas Direktur Dana dan Treasury Bank NTT, Yohanis Landu Praing, bahwa kendala yang dihadapi pemda yang masih dalam proses H2H yakni pihak pemda belum memiliki sistem pembayaran pajak daerah.
Tak hanya itu, pemda pun belum menganggarkan biaya untuk pengadaan sistem pembayaran pajak daerah serta terakhir, pemda masih dalam proses pemilihan vendor.
“Kami sudah sampaikan kelebihan dan kekurangan vendor sehingga silakan pemda memilih. Sedangkan pembayaran pajak kami gunakan seuruh kanal. Baik lewat ATM, Di@ BISA, Be Ju BISA, juga Tokopedia. Selain konvensional melalui teller,” tegas dia.
Pertemuan itu diakhiri dengan sejumlah rekomendasi, di antaranya KPK menitip pesan jika kerja sama pembayaran pajak dan retribusi harus didorong untuk dilaksanakan pada tahun 2022, namun jika di awal 2023, maka dirasa perlu ada upaya yang memudahkan pemda.
Juga, KPK meminta agar data-data mengenai pajak dilengkapi dan dikirimkan agar mereka bisa mempelajarinya, karena Bank NTT merupakan bagian dari pemda dengan kewenangan dan kemampuan yang diperuntukkan membantu pemda dari sisi penerimaan daerah.
“Kami minta data MPOS, kami akan bandingkan karena potensi di daerah itu banyak. Banyak restoran, tempat makan, dan sebagainya, hanya sebagian kecil yang bayar pajak,” pungkas Haris.
Di awal rakor, Direktur TI & Ops Bank NTT, Hilarius Minggu, menegaskan bahwa Bank NTT siap melaksanakan semua keputusan yang nantinya berdampak pada kesejahteraan masyarakat NTT, serta siap bekerja sama. (*)
Sumber (*/Humas bank NTT)