Oleh : Roni Banase
Pada Selasa malam, 6 Desember 2022 sekitar pukul 21.35 WIB, saya menyempatkan diri makan malam di salah satu warteg terkenal di jalan Biak, daerah Cideng, Kecamatan Gambir, Jakarta Pusat. Suguhan kuliner warteg ini khusus untuk masakan khas olahan daging Kambing dan Sapi. Dan di lokasi inilah, saya bertemu dengan seorang pengamen cilik.
Saat sementara menikmati makanan, (sebelum menuju ke bandara Soekarno Hatta pada pukul 23.10 WIB bertolak ke Kupang), saya tertarik menyimak pengamen cilik ini melantunkan lirik lagu, “Ojo Dibandingke”. Memainkan gitar kecil, meski dengan dana yang tak begitu bermesraan dengan lantunan suaranya, ia pun menuntaskannya.
Lantunan lagu yang diviralkan oleh Farel Prayoga pada sesi perayaan HUT RI Ke-77 di Istana Negara tersebut, mengusikku. Semula si pengamen cilik ini melantunkan lagu kepada penikmat kuliner di sisi belakang.
Penasaran, saya pun memanggilnya. Dengan cepat dia dipanggil oleh para pelayan. Dia segera melangkah ke hadapan meja tempatku makan. Lalu menyapa.
“Ia pak,” ucapnya.
“Nyanyikan lagi lagu Ojo Dibandingke. Namun harus bagus ya nyanyinya,” pintaku.
Dengan sigap ia melantunkan lagi lagu yang viral tak hanya di Indonesia, namun hingga ke ajang kompetisi dunia seperti Germany Got Talent pun lagu yang diciptakan Agus Purwanto alias Abah Lala ini pun membahana di seantero negeri.
Ku pandang dirinya dalam diam. Dia menyanyi dengan tersengal-sengal, namun tetap berupaya menampilkan yang terbaik.
“Cukup dah. Ini ada rezeki untukmu,” ucapku sambil memberikan selembar uang bergambar utama Ir. H. Djuanda Kartawidjaya.
“Terima kasih pak,” ucapnya girang seraya menerima rezeki dari Tuhan untuknya. Usai memasukkan hasil ngamen ke dalam kantong baju putih lusuh yang dikenakannya malam itu, ia pun berlalu melanjutkan mengamen di lokasi lain.
Nama lengkapnya Muhammad Kiky Fadillah (10), duduk di bangku kelas 3 sekolah dasar dan belum lancar membaca. Demikian ungkapnya. Ia pun tak segan berujar belum bisa menghitung jumlah uang dalam jumlah besar. Demikian diungkapkan Kiky (sapaan akrabnya) pada Selasa malam, 20 Desember 2022 sekitar pukul 22.48 WIB, saat saya bertemu kedua kali dengannya.
Saya sementara menikmati nasi goreng spesial emperan toko di kawasan Cideng kemudian melihat dari kejauhan, Kiky sedang menikmati sisa ikan dari orang di warung Padang pinggiran jalan. Usai melahap ikan goreng, dia pun berlalu melanjutkan ngamen.
Dan dia pun melintas di depanku. Lalu menyapa dirinya. “Dek, sini,” panggilku. Lalu, seraya serius, saya berujar,” tahu enggak saya bisa menebak nama kamu!”
“Nama kamu Kiky kan,” ujarku.
Dia kelihatan bingung. Seraya memegang kepalanya, dia menatapku.
“Kita pernah ketemu. Masih ingat enggak saat kamu nyanyi Ojo Dibandingke,” ungkap ku.
“Ooh benar, om yang ngasih uang gocap tuh kan,” ucap Pejuang Rupiah yang setiap hari menyetor uang hasil ngamen kepada mamanya.
Kami melanjutkan ngobrol. Kemudian Kiky menuturkan kisah ngamen setiap malam sambil berjalan berkilo-kilo tanpa alas kaki hingga dikatakan gembel sama temannya.
Kiky pun mengungkapkan impian untuk dapat membelikan sepeda motor dan rumah untuk mamanya (saat ini mereka tidur setiap malam di angkot reot diparkir di sebuah gedung tua). Hingga Kiky bertanya di mana rumah Farel dan bermimpi dapat menelepon.
Tetap semangat ya Pejuang Rupiah!
Tuhan memberkati segala kerja dan karyamu, Kiky.