Kolaborasi Pendataan Lengkap untuk Pemberdayaan Koperasi & UMKM

Loading

Oleh: Yezua Abel, Statistisi BPS Provinsi NTT

NTT merupakan provinsi dengan jumlah koperasi terbanyak di Indonesia. Jumlah koperasi yang ada mencapai 4.570 lembaga koperasi dengan jumlah anggota sekitar 2,4 juta jiwa yang tersebar di seluruh wilayah NTT. Meski jumlah itu mencapai 40 persen penduduk NTT, kemiskinan masih kuat membayangi anggota koperasi https://www.kompas.id/baca/nusantara/2023/07/29/

Koperasi bersama usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) merupakan salah satu sarana yang potensial untuk membangun ekonomi di tingkat lokal. Fungsi Koperasi antara lain adalah membangun dan mengembangkan kemampuan anggotanya secara khusus dan masyarakat secara umum. Jika semua UMKM menjadi anggota koperasi, maka upaya pemerintah menyejahterakan masyarakat akan menjadi lebih mudah.

Kondisi UMKM di Indonesia saat ini  jumlahnya 64 juta unit  atau 99 persen dari keseluruhan unit usaha, sedangkan usaha besar hanya 1 persen saja. Kontribusi UMKM terhadap PDB mencapai 61 persen dan terhadap penyerapan tenaga kerja sebesar 97 persen dari total penyerapan tenaga kerja nasional.  https://ekonomi.republika.co.id/berita/rikkfy349/kemenkop-transformasi-usaha-informal-ke-formal

UMKM di Indonesia 98 persen masih berstatus informal. Untuk menjadi formal, maka UMKM perlu terdaftar dalam Nomor Induk Berusaha (NIB) yang cukup mudah untuk diakses. Dengan status usaha formal, UMKM dapat lebih mudah mengakses pembiayaan atau permodalan.  https://koranjakarta.com/umkm-informal-masih-dominan-di-indonesia

Namun, UMKM tentu harus memenuhi syarat selanjutnya, dan mendapat pembinaan atau pendampingan dari instansi/lembaga yang berkompeten.

Data Survei Angkatan kerja Nasional (Sakernas) Februari 2023 menunjukkan bahwa penduduk NTT yang bekerja pada kegiatan informal sebanyak 2,12 juta orang (75,15 persen), lebih dominan dibanding yang bekerja pada kegiatan formal sebanyak 0,70 juta orang (24,85 persen). Penduduk yang bekerja pada sektor formal pun lebih dominan pada usaha menengah. Dengan demikian penggerak perekonomian NTT adalah UMKM.

Sesuai konsep yang digunakan di Sakernas, sektor informal mencakup pekerja dengan status pekerja keluarga, berusaha sendiri, berusaha dibantu buruh tidak tetap, pekerja bebas di sektor pertanian dan non pertanian. Sedangkan sektor formal mencakup pekerja dengan status karyawan, buruh, pegawai dan berusaha dibantu buruh tetap. Umumnya pekerja informal berada pada usaha mikro kecil sementara pekerja formal  pada usaha menengah besar.

Kriteria UMKM yang terbaru adalah sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2021 tentang Kemudahan, Perlindungan dan Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah. Dilihat dari sisi omzet, usaha mikro memiliki omzet atau hasil penjualan tahunan sampai dengan Rp2 miliar. Kemudian, usaha kecil memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp2 miliar sampai dengan Rp15 miliar. Usaha menengah memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp15 miliar sampai dengan Rp50 miliar.

Kemiskinan di NTT masih menjadi isu sentral karena tingkat kemiskinan belum dapat diturunkan secara signifikan. Data kemiskinan kondisi Maret 2023 di NTT, persentase penduduk miskin menurun menjadi 19,96 persen, atau menurun 0,09 persen poin  terhadap Maret 2022. Jumlah penduduk miskin sebesar 1,14 juta orang meningkat 9,5 ribu orang dibanding Maret 2022.

Penanggulangan kemiskinan melalui pengembangan koperasi dan UMKM memiliki potensi yang cukup efektif karena jumlah penduduk yang terlibat sebagai anggota koperasi dan pekerja di bidang UMKM terbilang besar. Fungsi koperasi untuk meningkatkan kualitas SDM anggotanya sehingga  dapat meningkatkan produksi dan pendapatannya.

Urgensi Pendataan Lengkap Koperasi dan UMKM

UMKM terbukti dapat bertahan dan melewati setiap masa krisis. Oleh karena itu, afirmasi pemerintah terhadap sektor UMKM sangat jelas. Bahkan, mendorong UMKM untuk bangkit dan naik kelas menjadi salah satu prioritas pemerintah. Untuk membantu para pelaku UMKM mengatasi berbagai kendala yang dihadapi, pemerintah membutuhkan ketersediaan data dan informasi yang dapat memberikan gambaran kebutuhan pelaku UMKM serta untuk keperluan perencanaan dan evaluasi.

Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop UKM) bersama Badan Pusat Statistik (BPS) sepakat menjalin kerja sama untuk memperkuat pendataan lengkap Koperasi dan UMKM (PL-KUMKM) di seluruh Indonesia. Kegiatan ini dilaksanakan dalam rangka mendukung Program Prioritas Kemenkop UKM, yaitu pembangunan basis data tunggal yang diagendakan dari tahun 2022 hingga 2024.

Peraturan yang menjadi dasar pelaksanaan PL-KUMKM adalah  Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2021 tentang Kemudahan, Pelindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan UMKM, serta Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2019 tentang Satu Data Indonesia.

Pelaksanaan PL-KUMKM  akan memudahkan Pemerintah untuk mewujudkan Basis Data Tunggal UMKM.  Kolaborasi dan koordinasi antar Lembaga pemerintah baik di tingkat nasional, provinsi, kabupaten/kota maupun desa/kelurahan menjadi syarat mutlak agar kegiatan ini dapat berlangsung dengan baik.

Tujuan PL-UMKM adalah untuk menghasilkan data yang akurat, mutakhir, terpadu, dan dapat dibagi serta dipakai antar institusi.  Cakupan data dan informasi yang dikumpulkan adalah tentang pelaku usaha, unit usaha, penggunaan tenaga kerja, pasar, struktur pendapatan dan pengeluaran, permodalan dan prospek serta kendala usaha.

Hasil dari pendataan PL-KUMKM ini, diharapkan akan diperoleh profil data koperasi dan UMKM yang bergerak di berbagai aktivitas usaha, kecuali usaha pertanian yang sudah didata melalui Sensus Pertanian 2023. Data yang diperoleh mencakup data pelaku usaha, unit usaha/perusahaan menurut wilayah maupun lapangan usaha, penggunaan tenaga kerja, pasokan dan pasar, struktur pendapatan dan pengeluaran, permodalan, dan pemanfaatan digitalisasi usaha. Hasil analisis data dan profil koperasi dan UMKM dapat dimanfaatkan oleh pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya untuk memberdayakan koperasi dan UMKM di seluruh Indonesia.

Tantangan dan Strategi

Dalam pendataan ini, petugas sensus akan mengunjungi seluruh bangunan tempat tinggal maupun bukan tempat tinggal pada setiap SLS di desa/kelurahan. Jika menemukan KUMKM maka petugas akan wawancarai kepala rumah tangga atau pengusahanya  sesuai daftar pertanyaan yang digunakan.

Informasi tentang PL-KUMKM diharapkan sudah sampai kepada masyarakat luas, meskipun tahap sosialisasi terasa sangat singkat. Kolaborasi antarkementrian dan lembaga baik di tingkat pusat sampai daerah telah dilakukan, termasuk kepada pemangku kepentingan yang melakukan pembinaan terhadap KUMKM seperti bank pemerintah/swasta dan perusahaan swasta.

PL-KUKMK menggunakan moda CAPI (computer assisted personal interviewing) yakni memakai ponsel pintar (smart phone)  untuk mencatat hasil wawancara dengan responden. Masih banyaknya wilayah yang tidak memiliki sinyal (blind spot) dan jaringan yang lemah akan menghambat proses pengiriman dan perbaikan data serta monitoring kemajuan pendataan.  Karena itu tim pendataan lapangan paling tidak harus mengetahui di mana area terdekat yang memiliki sinyal agar dapat melakukan proses pengiriman atau perbaikan data dengan cepat.

Responden enggan memberikan data  karena sudah sering didata atau jenuh  menjadi tantangan klasik. Penolakan responden juga sering dikaitkan dengan bantuan terkait pendataan, bahkan pajak terkait dengan usaha. Di daerah perkotaan responden juga sering sukar ditemui karena sibuk bekerja. Dalam kondisi ini petugas harus lebih sabar dan dapat memberikan penjelasan tentang tujuan dan manfaat pendataan ini bagi pelaku KUMKM. Bila perlu petugas dapat mengajak tokoh masyarakat atau tokoh agama jika mendapat kendala di lapangan.

BPS sendiri sudah memiliki strategi agar pendataan ini dapat selesai tepat waktu, yang harus diikuti oleh tim petugas lapangan. Untuk menjamin kualitas pendataan lapangan, BPS sudah menyusun mitigasi atau manajemen resiko dan kontrol kualitas di setiap tahap (quality gate)  yang sudah menjadi standar dalam setiap tahap kegiatan statistik.

PL-KUMKM juga mencakup lokasi tempat usaha  di luar bangunan baik dengan tempat usaha tetap maupun yang dapat dibongkar pasang, dan usaha keliling, serta usaha on-line. Hal ini harus dapat diamati secara jeli  oleh petugas sehingga semuanya dapat didata sehingga meningkatkan cakupan hasil pendataan.

Tantangan berikutnya adalah petugas harus menggunakan probing atau pertanyaan yang lebih mendalam untuk memperoleh data yang lebih akurat atau mendekati kebenaran.  Hal ini karena UMKM umumnya tidak memiliki catatan atau pembukuan yang baik. Pada saat pelatihan, petugas pun sudah diajarkan bagaimana cara melakukan probing.

PL-KUMKM dilaksanakan  dari tahun 2022 sampai 2024. Pada tahun 2022 di NTT telah dilaksanakan di 6 (enam) kabupaten yakni Kabupaten Kupang, TTS, Flores Timur, Ende, Sumba Barat dan Manggarai Barat dengan total usaha sebanyak 81.428 usaha ( 80.28 % ) dari target sebesar 102.430 usaha. Tahun 2023 PL-KUMKM  dilanjutkan di 16 kabupaten atau kota yang tersisa dengan estimasi usaha target sekitar 327.932 usaha. Pada tahun 2024 pendataan akan dilanjutkan terhadap usaha tidak menetap yang belum terdata pada tahun 2022.

PL-KUMKM berlangsung dari tanggal 15 September – 14 Oktober 2023. Petugas lapangan yang dikerahkan untuk melakukan pendataan di Provinsi NTT sebanyak 2.262 petugas pencacah lapangan (PCL), 459 petugas pemeriksa lapangan (PML), dan 117 Koordinator Sensus Kecamatan (Koseka).

Upaya pengentasan kemiskinan dapat dilakukan melalui pemberdayaan ekonomi kerakyatan melalui peningkatan status koperasi dan UMKM yang  identik dengan ekonomi kerakyatan.

Mari kita sukseskan PL-KUMKM dengan memberikan data dan informasi yang lengkap dan benar agar basis data tunggal koperasi dan UMKM dapat terwujud.(*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

2 komentar