Nilai Tukar Petani dan Tingkat Kesejahteraan Petani

Loading

Oleh Yezua Abel, Statistisi pada BPS Provinsi NTT

Nilai tukar petani (NTP) Provinsi NTT Oktober 2023 sebesar 97,38 persen turun 0,14 persen dibanding bulan sebelumnya sebesar 97,52. Penurunan indeks harga ini disebabkan oleh perkembangan indeks harga diterima bergerak lebih lambat dibandingkan harga yang dibayar petani. Kondisi ini dapat juga diartikan bahwa daya jual hasil produksi pertanian di NTT masih lebih rendah dibandingkan daya beli petani untuk memperoleh kebutuhan konsumsi.

NTP adalah perbandingan antara indeks harga yang diterima dengan indeks harga yang dibayar petani yang dinyatakan dalam persentase. NTP juga menunjukkan daya tukar (terms of trade) dari produk pertanian dengan barang dan jasa yang dikonsumsi maupun untuk biaya produksi. NTP sering dipakai sebagai indikator untuk mengukur tingkat kesejahteraan petani.

Jika dilihat lebih rinci maka subsektor peternakan masih memiliki NTP di atas 100 yakni 111,28  sedangkan subsektor pertanian yang lain yakni tanaman padi palawija, hortikultura, perkebunan rakyat, dan perikanan memiliki NTP di bawah 100 masing-masing sebesar 97,32; 99,60; 90,87; dan 95,06. Sekilas, hal ini berarti peternak memiliki tingkat kemampuan atau daya beli yang lebih tinggi dibanding subsektor lainnya.

Perikanan merupakan subsektor yang cukup potensial di NTT karena memiliki sumber daya kelautan yang berlimpah. Jika subsektor ini dipilah lebih dalam, maka budidaya ikan memiliki NTP sebesar 100,24 lebih tinggi dibanding penangkapan perikanan sebesar 93,32. Hal ini menunjukkan kemampuan/daya beli nelayan yang melakukan budidaya ikan sedikit lebih baik daripada yang menangkap ikan.

Kondisi sepanjang tahun 2022 juga tidak jauh berbeda dengan tahun 2023 di mana NTP NTT secara rata-rata bergerak di bawah 100. Hanya subsektor peternakan dan hortikultura yang memiliki rata-rata NTP di atas 100. Subsektor peternakan memiliki rata-rata NTP tahun 2022 sebesar 108,30 kemudian hortikultura sebesar 102,10. Sedangkan perikanan, perkebunan rakyat dan tanaman pangan memiliki  rata-rata NTP masing-masing 96,02; 93,61; dan 92,10.

Sementara itu, NTP nasional Oktober 2023 sebesar 115,78 atau naik 1,43 persen. Pendorongnya adalah harga gabah kering panen di tingkat petani naik 5,16 persen dan harga beras premium di penggilingan naik 3,65 persen. Di  beberapa daerah tertentu masih ada panen padi sawah tercatat beberapa bulan terakhir sehingga petani masih dapat menikmati kenaikan harga gabah dan beras. Dampak dari musim kemarau panjang atau fenomena el-nino semoga cepat berakhir sehingga kegiatan pertanian dapat berlangsung kembali secara normal.

Pada Oktober 2023, perubahan indeks konsumsi rumah tangga atau inflasi tingkat perdesaan sebesar 1,07 persen dibanding bulan sebelumnya. Sementara inflasi Oktober 2023 terhadap Oktober 2022 sebesar 7,83 persen. Angka ini sudah jauh lebih tinggi jika dibanding dengan inflasi harga konsumen di perkotaan Oktober year on year sebesar 2,19 persen sehingga kondisi ini perlu juga mendapat perhatian dan kebijakan untuk melindungi petani di perdesaan.

BPS melaksanakan survei harga komoditas perdesaan (HKD) untuk memperoleh data NTP dan inflasi harga perdesaan setiap bulan. Tujuan pengumpulan data harga melalui Survei HKD antara lain untuk memperoleh data harga konsumen perdesaan yang akurat, lengkap dan kontinu; untuk  memperoleh data indeks harga/inflasi perdesaan; dan data Nilai Tukar Petani (NTP) subsektor tanaman pangan, hortikultura, tanaman perkebunan rakyat, peternakan, dan perikanan.

Kesejahteraan Petani

Data kemiskinan NTT kondisi Maret 2023 sebesar 19,96 persen atau turun 0,09 persen poin dibanding kondisi Maret 2022. Namun jumlah  penduduk miskin bertambah sekitar 9,5 ribu orang menjadi 1,14 juta orang. Kemiskinan di perdesaan menurun 0,1 persen poin menjadi 23,76 persen, namun di perkotaan meningkat 0,28 persen poin menjadi 9,12 persen.

Disparitas kemiskinan perdesaan dan perkotaan masih tinggi. Jumlah penduduk miskin sebagian besar berada di daerah perdesaan sebanyak 1,00 juta orang atau 88,06 persen dari total penduduk miskin NTT. Oleh karena itu, perlu upaya penurunan angka kemiskinan terutama di perdesaan untuk menurunkan tingkat kemiskinan di NTT secara signifikan.

Perkembangan NTP NTT sejak beberapa tahun terakhir yang berada di bawah 100 terlihat koheren dengan tingkat kemiskinan di daerah perdesaan NTT. Kemiskinan di perdesaan merupakan jumlah penduduk di bawah garis kemiskinan pada rumah tangga tani.

Sektor pertanian memiliki posisi yang sangat penting dalam struktur perekonomian NTT. Pada tahun 2022, sektor pertanian memberikan kontribusi terbesar terhadap PDRB sebesar 29,60 persen; diikuti oleh jasa pemerintahan dan perdagangan masing-masing sebesar 12,98 persen dan 12,05 persen. Jika dilihat menurut subsektor maka peternakan, tanaman pangan, dan perikanan memberikan kontribusi yang paling besar masing-masing 10,54 persen; 7,53 persen; dan 6,19 persen.

Dari sisi penyerapan tenaga kerja, pada tahun 2022 sektor pertanian menyerap tenaga kerja paling banyak sekitar 49,36 persen dari total penduduk yang bekerja, diikuti sektor jasa-jasa dan sektor perdagangan, rumah makan dan jasa akomodasi masing-masing sebesar 15,24 persen, dan 12,25 persen.

PDRB per kapita menggambarkan produktivitas tenaga kerja dalam menghasilkan barang atau jasa di suatu daerah pada periode tertentu. Produktivitas  tenaga kerja di sektor pertanian mencapai Rp.24,42 juta per kapita per tahun. Dari 17 kategori lapangan usaha, sektor pertanian menempati urutan ke-6 terbawah tingkat produktivitas di bawah sektor jasa lainnya yang sebesar Rp.33,31 juta dan di atas sektor listrik dan gas 24,31 juta per kapita. Jika diasumsikan, nilai PDRB per kapita ini sebagai pendapatan yang dibawa pulang maka pekerja di bidang pertanian akan mendapat sekitar 2 juta per bulan. Secara kasar jika 1 rumah tangga petani terdiri dari 5 orang maka rata-rata mendapat pendapatan/pengeluaran sekitar Rp.400 ribu per kapita dan ini masih di bawah garis kemiskinan di perdesaaan sebesar Rp.455,5 ribu per kapita per bulan.

Rencana Strategis

Peningkatan kesejahteraan petani merupakan salah satu dari visi dan misi pembangunan pertanian dalam mencapai swasembada pangan dan meningkatkan kesejahteraan petani. Selama ini, tingkat kesejahteraan petani baru diukur dari besaran NTP dan Nilai Tukar Usaha Pertanian (NTUP), kemiskinan di perdesaan dan gini rasio di perdesaan.

Besaran NTP selain ditentukan oleh harga  produk pertanian yang diterima, harga barang dan jasa yang harus dibayar baik untuk konsumsi maupun untuk usaha pertaniannya dipengaruhi oleh banyak faktor. Dari berbagai jurnal penelitian faktor tersebut antara lain upah buruh tani atau biaya pekerja, produktivitas dan luas lahan, tingkat teknologi, cuaca bahkan kebijakan pemerintah berpengaruh terhadap NTP dan kesejahteraan petani.

Pembangunan sektor pertanian merupakan kunci pokok keberhasilan pembangunan di NTT karena sektor pertanian memberikan kontribusi terbesar terhadap produk domestik regional bruto (PDRB) selain menyerap tenaga kerja yang juga terbesar dibanding sektor lain.

Beberapa isu strategis yang dihadapi antara lain pupuk dan benih berkualitas yang terbatas menyebabkan produktivitas rendah. Konversi lahan terus terjadi menyebabkan lahan pertanian menjadi lebih kecil atau beralih fungsi. Validasi data pertanian belum terlaksana dengan baik menyebabkan data yang tersedia kurang berkualitas.

Tantangan dalam pembangunan pertanian NTT antara lain berasal dari kondisi geografis dan iklim atau cuaca. NTT merupakan provinsi kepulauan dengan topografi yang umumnya berbukit. Ketersediaan air untuk pertanian terbatas karena musim hujan biasanya singkat hanya 3—4 bulan. Kondisi ini menyebabkan skala usaha tani kecil dan masih bersifat subsisten.

Pemasaran dan harga hasil pertanian masih belum terjamin. Hal ini dipengaruhi oleh daya saing atau kualitas produk pertanian yang dihasilkan. Petani umumnya belum terbiasa memanfaatkan jaringan internet menyebabkan akses informasi dan komunikasi yang dimilik oleh petani terbatasi.

Untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani perlu perencanaan yang strategis, berkelanjutan dan komprehensif. Data yang lengkap dan akurat sangat dibutuhkan oleh perencana atau pengambil kebijakan. Khususnya saat perencana menentukan target yang akan dicapai dan bagaimana mengukur pencapaian target.(*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *