Berpura-pura Itu Menyakitkan

Loading

Oleh : Sobar Harahap

Berpura-pura adalah perbuatan yang sangat menguras tenaga dan sangat merusak mental. Kelihatannya hidup enak, bergelimang harta, tapi tiba-tiba depresi. Itu yang terjadi pada Robbin Williams. Siapa sangka, di balik sikap humoris dan riangnya, komedian kawakan Amerika yang sukses lewat film “Jumanji” itu justru semasa hidupnya mengidap depresi akut. Sikapnya yang riang, gemoy, dan gemar melawak, adalah cara Robins menutupi sakit dan siksaan yang menerpa mentalnya.

Berpura-pura, dengan begitu, adalah hal yang tidak boleh dilakukan oleh siapa pun, apalagi oleh seorang capres. Jujur saja, di antara tiga kandidat capres, Prabowo adalah sosok yang paling kuat untuk urusan ini. Bagaimana tidak, ketika capres lain tampil dengan kepribadian dan watak aslinya, Prabowo justru sekuat mati bersikap pura-pura. Sebagai penggemar Prabowo sejak satu dekade silam, saya justru merasa sikapnya setahun belakangan sangat aneh, dan itu sungguh mengkhawatirkan.

Pada pemilu 2014 dan 2019, kita bisa melihat watak asli Prabowo. Bicaranya lantang, ekspresi wajahnya garang seolah semua orang hendak ia hajar. Tiap pidato, marah-marah dan bentak-bentak adalah menu utamanya. Hingga para pendukungnya yang khilaf menyebutnya tegas bak pendekar dalam cerita-cerita silat.

Bahkan ada rumor yang beredar secara bisik-bisik, Prabowo berubah ringan tangan saat emosi.

Konon banyak anak buahnya yang kena gampar. Kita tentu tidak percaya rumor itu. Yang orang tahu, Prabowo hanya gemar gebrak-gebrak podium, seperti saat kampanye di Sleman pada 2019 silam. Video kejadian itu bahkan sudah banyak dikoleksi pendukungnya.

Mungkin sebagai pengingat bahwa junjungannya itu adalah pemimpin yang tegas, bukan pemimpin planga-plongo seperti rivalnya pada dua pemilu kemarin.

Mana mungkin Prabowo yang penyayang kucing bersikap kasar. Satu-satunya tokoh penyayang kucing yang bengis dan kejam adalah Hitler, Prabowo tentu tidaklah seperti itu. Kalau hanya gebrak-gebrak dan gampar anak buah, masak sih mau disebut kejam. Tidak dong. Segala watak asli itu mendadak hilang setahun belakangan. Tak ada lagi Prabowo yang dulu tampil dengan kuda jantan yang ia tunggangi. Tak ada lagi Prabowo yang doyan ngomong terstruktur, masif, dan sistematis.

Kini, hanya Pak Tua yang jogat-joget tak jelas. Dan celakanya minim gagasan pula. Kata seorang netizen setelah menonton debat capres kemarin, ketika Anies hanya beretorika, Ganjar bercerita prestasinya di Jawa Tengah, Prabowo malah sibuk cerita program-program Jokowi.

Tentu sungguh aneh, calon presiden kok bercerita kesuksesan orang lain.

Tapi bukan itu yang bikin saya khawatir. Mimik wajah Prabowo, ya, raut wajahnya selama debat itulah yang bikin orang-orang cemas. Jika diamati baik-baik, senyum Prabowo seperti memendam amarah yang terpendam selama setahun belakangan. Dalam istilah psikologi, itu disebut “smiling depression“. Senyum yang dimunculkan guna menutup depresi yang tengah dirasakan oleh seseorang.

Kita tentu tidak ingin cepat-cepat percaya hal itu, tetapi beberapa adegan yang tertangkap kamera di televisi justru mengungkapkan satu fakta. Sungguh mengkhawatirkan melihat Prabowo memonyongkan mulut saat mendapat kritikan. Bahkan sampai-sampai Prabowo menjulurkan lidahnya. Sungguh kita tak ingin mengetahui bahwa segala kejadian itu adalah kenyataan.

Perubahan ekspresi wajah yang sangat cepat pada seseorang, adalah pertanda ada masalah mental dan psikologis pada diri orang tersebut.

Ingat karakter Joker?

Lihatlah betapa ulang alik ekspresi wajahnya. Dari tertawa kemudian berubah jadi amarah dalam hitungan detik, lalu menjadi sosok beringas yang kejam.

Prabowo bukan Joker, kita semua berharap demikian.(*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *