Potret Pertanian NTT Selama 10 Tahun – ‘Sama Sa Atau Lebe Bae?’

Loading

Oleh : Yezua Abel, Statistisi BPS Provinsi NTT

Jumlah usaha pertanian perorangan (UTP) hasil Sensus Pertanian 2023 mencapai 902 ribu unit atau turun 2,85 persen dibanding ST2013. Sedangkan jumlah rumah tangga usaha pertanian (RTUP) mengalami kenaikan menjadi 873 ribu rumah tangga dari 780 ribu rumah tangga atau naik 12,10 persen dari tahun 2013. Jumlah petani gurem juga meningkat 61,2 persen.

UTP adalah unit usaha pertanian tidak berbadan hukum yang dikelola oleh satu orang yang bertanggung jawab baik teknis, hukum, dan ekonomis. Orang tersebut dapat mengelola usahanya sendiri, atau mendelegasikan kepada orang lain untuk menjalankan usahanya. Disebut sebagai usaha pertanian apabila sebagian atau seluruh hasilnya dijual. Usaha pertanian mencakup usaha pertanian milik sendiri, secara bagi hasil, atau milik orang lain dengan menerima upah (kuasa usaha). Sementara, RTUP adalah rumah tangga yang salah satu atau lebih anggota rumah tangganya berusaha di sektor pertanian.

Selain UTP, sensus pertanian juga mencakup usaha pertanian berbadan hukum (UPB) dan usaha pertanian lainnya (UTL). UPB adalah bentuk usaha yang berkegiatan di sektor pertanian secara terus menerus dengan tujuan memperoleh laba yang pendiriannya dilindungi hukum atau izin dari instansi yang berwenang. UTL adalah usaha pertanian yang bukan perorangan, atau perusahaan yang dikelola atas dasar kesamaan kepentingan atau kondisi lingkungan, contohnya gereja, yayasan, atau sekolah yang melakukan usaha pertanian.

Sensus Pertanian 2023 (ST2023) telah selesai dan menghasilkan data lengkap yang memotret kondisi sektor pertanian mencakup subsektor tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan, perikanan, kehutanan, serta usaha jasa pertanian, dan berbagai karakteristik lainnya. Data ini sangat diharapkan oleh pengguna data terutama pembuat kebijakan, atau perencana untuk pembangunan.

Diseminasi hasil pencacahan lengkap ST2023 dilakukan secara bertahap oleh BPS. Tahap pertama sudah dilakukan pada tanggal 4 dan 15 Desember, sedangkan tahap II direncanakan pada tanggal 2 Mei 2024. Ada beberapa variabel yang menurut penulis penting untuk dibahas yakni perkembangan jumlah usaha pertanian dan persebarannya di NTT, luas lahan yang dikuasai, dan beberapa isu strategis terkait pembangunan pertanian seperti karakteristik demografi petani NTT, petani milenial dan urban farming, penggunaan pupuk dan komoditas yang paling banyak diusahakan, serta jumlah ternak sapi dan kerbau.

Usaha Pertanian dan Persebarannya 

Penurunan UTP di sektor pertanian dapat dilihat sebagai konsekuensi dari perkembangan kegiatan ekonomi yang terjadi selama kurun waktu 10 tahun ini. Kontribusi sektor pertanian tahun 2023 terhadap perekonomian menurun menjadi 29,3 persen dibanding 29,8 persen tahun 2013. Kontribusi sektor lainnya seperti sektor perdagangan, jasa pemerintahan dan konstruksi masing-masing meningkat menjadi 12,5 persen; 12,4 persen; dan 10,6 persen. Meskipun menurun, sektor pertanian masih merupakan sektor yang penting karena menyerap tenaga kerja paling banyak dan berkontribusi paling tinggi terhadap nilai tambah perekonomian NTT.

UTP masih sangat mendominasi usaha pertanian di NTT sebanyak 901,8 ribu usaha atau sekitar 99,9 persen dari total usaha pertanian.  UTL meningkat 7,63 persen menjadi 536 unit sedangkan UPB meningkat 26,32 persen menjadi 48 unit usaha di tahun 2023.

Subsektor yang paling banyak diusahakan oleh penduduk NTT adalah tanaman pangan dengan jumlah 699 ribu unit, kemudian subsektor peternakan sebanyak 643 ribu, dan perkebunan sebanyak 504 ribu unit. Sedangkan sub sektor yang paling sedikit diusahakan adalah perikanan hanya 49 ribu unit. Umumnya setiap unit usaha pertanian mengusahakan lebih dari satu subsektor, selain tanaman pangan juga memelihara ternak, atau tanaman perkebunan. Hal ini dilakukan sebagai upaya agar kebutuhan rumah tangganya terjamin sepanjang tahun.

UPB terbanyak berada di subsektor perikanan sebanyak 14 unit usaha. kemudian peternakan  dan perkebunan masing-masing sebanyak 11 unit. UPB di subsektor hortikultura bertambah paling banyak dari 2 unit menjadi 9 unit usaha, perikanan berkurang 2 unit menjadi 14 unit, sedangkan di jasa pertanian belum ada UPB. UTL terbanyak terdapat di subsektor tanaman pangan sebanyak 219 unit usaha, dan yang paling sedikit di jasa pertanian sebanyak 20 unit usaha.

Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Kupang, dan Manggarai menjadi kabupaten dengan jumlah UTP terbanyak yakni masing-masing 102 ribu unit, 68 ribu unit dan 59 ribu unit. UTP paling sedikit terdapat di Kota Kupang sebanyak 8 ribu unit.

UPB merupakan unit usaha pertanian yang paling sedikit di NTT. Kabupaten yang memiliki UPB paling banyak adalah Sumba Timur, Sikka, dan Flores Timur masing-masing sebanyak 14 unit, 7 unit, dan 5 unit. Tidak semua kabupaten terdapat UPB seperti TTS, Belu, Ende, Manggarai, Sumba Tengah, Sumba Barat Daya, Manggarai Timur, dan Sabu Raijua.

UTL terdapat di semua kabupaten dan kota di NTT. Tiga Kabupaten yang memiliki UTL terbanyak adalah Kabupaten Alor, Manggarai Barat, dan Ngada dengan jumlah masing-masing 84 unit, 78 unit, dan 51 unit. Sedangkan UTL paling sedikit terdapat di Kabupaten Sabu Raijua dengan jumlah 2 unit usaha saja. UTL umumnya terbentuk dari kelompok tani, atau kelompok jemaat/gereja Katolik.  UTL memiliki potensi dan peluang yang besar untuk pengembangan pertanian di masa depan.

Beberapa Isu Strategis

ST2023 menghasilkan informasi tentang karakteristik demografi petani dan pengelola usaha pertanian. Jika dilihat dari kelompok umur, maka UTP lebih banyak dikelola oleh petani yang berusia 45 tahun ke atas sekitar 62 persen. Hal ini menunjukkan bahwa sektor pertanian di NTT menghadapi masalah regenerasi petani karena petani di bawah 45 tahun lebih sedikit. Regenerasi petani dibutuhkan sebagai upaya peningkatan produksi dalam rangka pemenuhan kebutuhan pangan baik dalam skala global maupun lokal.

Dari sisi gender, kepala RTUP yang berjenis kelamin perempuan sekitar 16,3 persen sedangkan laki-laki 83,7 persen. Pada ST2013, kepala RTUP yang berjenis kelamin perempuan sedikit lebih rendah yakni 14,7 persen. Persentase pengelola UTP perempuan terbanyak pada subsektor hortikultura sebanyak 17,9 persen. Isu gender ini dapat membantu mengidentifikasi dan mengatasi ketidaksetaraan gender serta memaksimalkan potensi kontribusi masing-masing gender dalam sektor pertanian.

Rumah tangga usaha pertanian erat hubungannya dengan penggunaan lahan dalam pengusahaan komoditas pertaniannya. Lahan sangat penting dalam sektor pertanian karena merupakan salah satu faktor produksi bagi usaha pertanian. Selama satu dekade terakhir, RTUP yang menggunakan lahan mengalami peningkatan dari 771 ribu unit (ST2013) menjadi 859,64 ribu unit (ST2023) atau meningkat  sekitar 11,5 persen. Namun RTUP gurem meningkat cukup signifikan yaitu dari 290 ribu unit (ST2013) menjadi 467 ribu unit (ST2023), atau meningkat sekitar 61,2 persen. Bagaimana strategi untuk mengurangi petani gurem atau memperlambat fragmentasi pemilikan lahan pertanian perlu direncanakan.

Petani milenial dan urban farming termasuk karakteristik data yang baru disajikan dari ST2023. Petani milenial berusia 19–39 tahun, dan/atau petani yang adaptif terhadap teknologi digital. Teknologi digital mencakup penggunaan alat dan mesin pertanian (alsintan) modern, penggunaan internet/telepon pintar/teknologi informasi, penggunaan drone, dan/atau penggunaan kecerdasan buatan. Penerapan teknologi pertanian dapat meringankan pekerjaan petani dan meningkatkan produksi pertanian secara signifikan.

Terdapat sebanyak 370 ribu petani milenial atau 41,9 persen dari total petani di NTT. Yang menggunakan teknologi sebanyak 196 ribu orang atau 52,9 persen dari total petani milenial yang ada. Sementara itu jumlah petani milenial terbanyak berada di Kabupaten Manggarai Barat sekitar 35 ribu petani dan yang paling sedikit di Kota Kupang sekitar tiga ribu petani.

Urban farming menjadi alternatif usaha pertanian di perkotaan seiring semakin sempitnya lahan pertanian. Permintaan produk pertanian yang tinggi tanpa diikuti dengan ketersediaan produk yang cukup dapat menyebabkan inflasi. Oleh karena itu, pemerintah perlu mendukung urban farming di perkotaan dengan aturan atau insentif agar semakin banyak petani milenial yang dapat terlibat.

Komoditas yang paling banyak diusahakan oleh UTP di subsektor peternakan adalah babi 45,5%, ayam kampung biasa 39,1%, dan sapi potong 16,9%. Di subsektor tanaman pangan, komoditas yang paling banyak diusahakan adalah jagung lokal 37,7%, ubi kayu 23,0%, padi sawah inbrida 18,0 %. Di subsektor perkebunan  adalah kemiri 23,1, mete 15,4%, dan kelapa 15,0%. Sedangkan di subsektor hortikultura, yang paling banyak diusahakan adalah pisang kapok 13,3%. Persentase yang dimaksud di sini adalah jumlah UTP yang mengusahakankomoditastersebutdibagidengantotal UTP di NTT.

Subsektor tanaman pangan masih mendominasi sektor pertanian di NTT, kemudian peternakan, dan perkebunan.  Terkait penggunaan lahan, upaya penurunan atau pelambatan petani gurem, harus menjadi fokus karena sangat berpengaruh terhadap produktivitas dan kesejahteraan petani. Sejak 2014 pemerintah pusat sudah dan terus membangun infrastruktur pertanian seperti bendungan di berbagai wilayah NTT yang memberi harapan bagi perubahan nasib petani.

UTP di subsektor tanaman pangan masih mendominasi meski sedikit menurun dibanding tahun 2013. UTP yang sangat banyak dan kecil-kecil sebaiknya berkelompok dan bekerja-sama membentuk UTL untuk mempermudah pemberdayaan petani.  UPB masih berpotensi untuk ditingkatkan terutama di subsektor perikanan, perkebunan, dan peternakan di mana NTT memiliki potensi yang sangat besar.

Data ST2023 yang didiseminasikan sudah dapat memberikan gambaran untuk memformulasikan kebijakan yang terkait perencanaan pembangunan pertanian. Mari kita tunggu diseminasi ST2023 berikutnya,  dan sambut kegiatan ST2023 lanjutan yakni Survei Ekonomi Pertanian tahun ini yang semakin mencerahkan.(*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *