Kemenkumham NTT Perjuangkan Kekayaan Intelektual Sejak Tahun 2020

Loading

Kupang | Rentetan peristiwa seperti penjiplakan motif tenun Sumba, produksi massal tenun Nusa Tenggara Timur (NTT) dalam bentuk tekstil printing, dan Sri Langka klaim Sasando sebagai alat musik mereka; memecut aksi masyarakat mendesak Pemprov NTT melindungi aset kekayaan intelektual agar tak disalahgunakan.

Pada era kepemimpinan Kakanwil Marciana Dominika Jone, Kementerian Hukum dan HAM Provinsi Nusa Tenggara Timur (Kemenkumham NTT) konsisten sejak tahun 2020 melakukan upaya mitigasi berupa penyadaran akan pentingnya perlindungan hukum terhadap berbagai kekayaan intelektual di Nusa Tenggara Timur.

Menurut Mercy (panggilan akrab Kakanwil Kemenkumham NTT) pada sesi dialog interaktif di Studio Pro 1 RRI Kupang pada Kamis pagi, 11 Juni 2020, reputasi suatu kawasan indikasi geografis akan ikut terangkat apabila indikasi geografis tersebut sudah didaftarkan, misalnya Kopi Bajawa, Vanili Alor dan Tenun Ikat Sikka yang sudah didaftarkan untuk mendapat perlindungan secara hukum.

Ada pun indikasi geografis yang berada di Provinsi NTT dan sudah didaftarkan sekitar 8 antara lain 2 tenun ikat dan 6 lainnya merupakan komoditi pertanian, yakni Kopi Manggarai dan Jeruk Keprok Soe. Sedangkan untuk merek, sudah ada sekitar 30-an, contohnya Roti Borneo dan Beras Nona Kupang dan lagu Gemu Famire yang sudah memiliki hak cipta.

Selain Indikasi Geografis, imbuh Mercy, Merek yang termasuk kekayaan intelektual personal dapat didaftar adalah individu/perseorangan, sedangkan indikasi geografis yang termasuk Kekayaan Intelektual Komunal harus didaftarkan oleh pemerintah daerah melalui Masyarakat Perlindungan Indikasi Geografis (MPIG).

Elaborasi hingga kolaborasi pun terjalin antara Kemenkumham NTT dan Pemprov NTT (masa kepemimpinan Viktor Laiskodat dan Josef Nae Soi, red) berupa penerbitan Perda Provinsi NTT Nomor 4 Tahun 2023 tentang Perlindungan, Pemanfaatan dan Pengembangan Ekraf dan EBT.

Kemenkumham NTT di bawah kepemimpinan Mercy Jone pun menggandeng Dekranasda Provinsi NTT melakukan sosialisasi dan pembentukan MPIG di 19 kabupaten hingga berbuah pengajuan permohonan pendaftaran 13 IG Tenun Tradisional NTT di antaranya tenun ikat Flores Timur, Fehan Malaka, Ngada, Sumba Timur, Timor Tengah Utara (TTU), Belu, Nagekeo, Amarasi Kupang, Rote Ndao, Pahikung Sumba Timur, Ende, Sabu Raijua, dan tenun sulam Manggarai Timur.

Pose bersama Kakanwil Kemenkumham NTT, Mercy Jone dengan jajaran personel Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM RI. Foto : Roni Banase

Hingga tahun 2024, status permohonan Indikasi Geografis (IG) asal NTT yang telah terdaftar di Pangkalan Data Kekayaan Intelektual Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) yakni tenun ikat Sikka, Songket Alor, tenun ikat Ngada, tenun ikat Flores Timur dan tenun ikat Fehan Malaka (dapat ditelisik pada link https://pdki-indonesia.dgip.go.id).

Sementara hasil perjuangan Kemenkumham NTT dengan Pemda terkait, status permohonan IG yang sedang atau selesai masa pengumuman dan persiapan pemeriksaan substantif yakni tenun Buna Insana TTU, tenun ikat Amarasi Kupang, tenun ikat Ende, dan tenun ikat Rote Ndao. Dan status IG dalam tahap verifikasi antara lain tenun ikat Nagekeo, tenun ikat Sumba Timur, tenun Pahikung Sumba Timur, tenun ikat Sabu Raijua, tenun sulam Manggarai Timur, dan tenun Belu.

Tren pendaftaran Kekayaan Intelektual

Konsisten Kemenkumham NTT memberikan pemahaman tentang pentingnya perlindungan hukum terhadap kekayaan intelektual membuahkan hasil dengan adanya tren peningkatan permohonan kekayaan intelektual (KI) di Provinsi NTT (data 5 [lima] tahun terakhir hingga 22 Juli 2024), pada tahun 2020 terdapat 484 permohonan, tahun 2021 (479 permohonan), tahun 2022 (782 permohonan), tahun 2023 (1045 permohonan), dan tahun 2024 (828 permohonan).

Kemenkumham NTT pun menginventarisasi data kekayaan intelektual komunal (KIK) berupa 173 pencatatan terdiri dari 149 ekspresi budaya tradisional (EBT), 20 pengetahuan tradisional, 1 sumber daya genetik, dan 3 potensi indikasi geografis. Sementara potensi KIK di Provinsi NTT (data Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah Provinsi NTT tahun 2018) yakni terdapat 50 manuskrip/naskah kuno, 300 tradisi lisan (cerita rakyat, peribahasa, nyanyian, 281 acara/upacara adat, 363 ritus, 53 pengetahuan tradisional, 263 teknologi tradisional, 275 seni, 111 permainan rakyat, dan 32 olahraga tradisional.

Langkah Kemenkumham NTT tak kunjung henti memperjuangkan perlindungan hukum terhadap berbagai kekayaan intelektual milik masyarakat, seperti tampak pada perhelatan “Workshop Promosi dan Diseminasi Indikasi Geografis” pada Selasa, 23 Juli 2024 pukul 09.00 Wita – selesai di Aston Hotel Kupang.

Perhelatan ini juga dirangkai dengan Mobile Intellectual Property Clinic 2024 dan penetapan “Tahun Tematik 2024” sebagai “Tahun Indikasi Geografis” yang bertujuan memberikan informasi hukum tentang konsep perlindungan indikasi geografis serta membangun sinergitas bersama stakeholder terkait dalam pengembangan produk indikasi geografis di Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Penulis (+Roni Banase)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *