Ahli Geotermal : Alamiah Fenomena Lumpur Panas di PLTP Mataloko

Loading

Dr. Pri Utami menambahkan bahwa asap atau uap yang keluar dari manifestasi (lumpur panas) tersebut merupakan gejala alami dari aktivitas bawah permukaan bumi dan tidak serta-merta disebabkan oleh pengembangan proyek panas bumi.

 

Mataloko | Proyek pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) Mataloko di Kabupaten Ngada, Nusa Tenggara Timur (NTT) terus menunjukkan kemajuan positif. Hingga April 2025, progres fisik pembangunan telah mencapai 79,57%, mencakup konstruksi wellpad A, B, C, dan D, pembangunan area laydown, serta pengaspalan jalan akses sepanjang 3 km dari total 7 kilometer yang direncanakan.

Saat audiensi bersama Gubernur Nusa Tenggara Timur pada 28 April 225, Dosen Departemen Teknik Geologi UGM, Dr. Pri Utami, yang hadir via daring sebagai narasumber ahli, menjelaskan bahwa keberadaan fumarol (kawah lubang di daerah vulkanis yang mengeluarkan gas bercampur uap, red) dan manifestasi geotermal lainnya merupakan fenomena alam yang wajar terjadi di wilayah dengan potensi panas bumi.

“Seperti di Kawah Sikidang, Dieng, manifestasi itu berpindah-pindah bahkan sejak sebelum adanya kegiatan pengeboran. Ini sudah terjadi bahkan sebelum kita lahir,” ujar Pri Utami.

Dr. Pri Utami menambahkan bahwa asap atau uap yang keluar dari manifestasi (lumpur panas) tersebut merupakan gejala alami dari aktivitas bawah permukaan bumi dan tidak serta-merta disebabkan oleh pengembangan proyek panas bumi.

Pernyataan tersebut diperkuat oleh Osta Melanno, Manager UPP Nusra 2, yang menjelaskan konteks perkembangan proyek saat ini yang berfokus pada pembangunan infrastruktur dasar sebagai tahap awal pengembangan, dan belum memasuki fase pengeboran.

PLTP Mataloko dibangun di atas lahan seluas 12,9 hektare dalam Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP) seluas 996,2 hektare. Infrastruktur jalan ditingkatkan sepanjang 7 km menggunakan jalur eksisting tanpa menggusur lahan produktif warga. Proses pengadaan lahan telah diselesaikan oleh Kantor ATR/BPN Ngada pada tahun 2021—2022.

Untuk memastikan keterlibatan masyarakat, PLN telah melaksanakan proses free, prior and informed consent (FPIC) di lima desa sekitar proyek, guna memperkuat penerimaan sosial terhadap pembangunan energi panas bumi.(*)

Sumber (*/tim PLN UIP Nusra)

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *