Tuduhan Grace Kepada Guru Besar, Menyesatkan Masyarakat Indonesia

Loading

Oleh : Arif Hidayat

Kian hari semakin banyak akademisi melakukan kritik terhadap pemerintahan Jokowi. Pastinya tindakan guru besar bukan tanpa alasan melayangkan protes. Sebab akademisi mengajarkan pertanggungjawaban dalam pernyataannya. Bisa dibilang ada bukti kuat dalam ungkapannya, bukan sekedar omon-omon belaka.

Anehnya, Grace menyebut Guru Besar sebagai pendukung paslon tertentu sekaligus menyatakan konsekuensi dari demokrasi itu, berisik. Tak lain untuk mengaburkan kritik dan membuat kritikan sebuah tindakan salah/keliru. Sebab tuduhan dari gerakkan civitas melakukan kritik terhadap pemerintah Jokowi sebagai tindakan dari capres tertentu.

Padahal seperti yang dituduhkan Grace, justru mahasiswa sudah berkali-kali melakukan kritik terhadap kejanggalan proses pemilu yang menabrak konstitusi. Akan tetapi, suara mahasiswa tidak ditanggapi dengan serius. Justru mereka mendapatkan intimidasi dan ancaman. Bahkan perilaku pemerintah semakin parah dalam menyalahgunakan kekuasaan. Makanya, kondisi demikian itu membuat para Guru Besar ikut bersuara. Sebab mahasiswa sudah dibungkam dengan sedemikian rupa serta civitas sebagai garda paling belakang untuk menjaga tegaknya demokrasi.

Apalagi tindakan Ketua MK dan KPU jelas melanggar kode etik berat. Sudah seharusnya produk hukumnya tidak sah atau tidak baik digunakan. Terlebih lagi, jika Gibran bukan anak Presiden, apakah Gibran mendapatkan perilaku Istimewa dari ketua umum partai dan para elite-elitenya? Pastinya tidak, sebab Ridwan Kamil yang lebih hebat dan berpengalaman dari Gibran tidak mendapatkan perilaku khusus.

Ditambah, Kaesang baru masuk 2 hari di PSI sudah menjadi ketua umumnya. Padahal ada banyak kader PSI yang lebih lama dan memiliki pengalaman di politik lebih lama. Jelas kan, semua bisa terjadi karena anak presiden.

Balik lagi dalam pelanggaran kode etik MK dan KPU. Bahwa tindakan ini sudah diputuskan oleh lembaga MKMK dan DKPP, dengan artian pelanggaran tersebut ada dasar hukumnya. Bukan lagi pernyataan asal-asalan. Sudah jelas begitu, PSI ataupun Grace malah menyalahkan tindakan civitas melakukan kritik. Seharusnya mereka sadar diri dan koreksi, bukan menyudutkan Guru Besar ataupun masyarakat secara luas.

Sudah salah, tidak mengaku salah.

Tindakan Grace justru, membuat larangan kritik terhadap pemerintah secara tidak langsung. Belum masuk parlemen saja, sudah menjual harga diri, integritas, dan selainnya untuk menjilat penguasa. Apalagi, dulu salah input dana kampanye dan makan ayam 3 ngaku 2. Sudah jelaskan tidak ada kejujuran dan integritasnya. Bagaimana, ketika nanti masuk parlemen? Kemungkinan besar hanya mementingkan diri sendiri dan partainya, bukan rakyat.

Katanya ngaku partai anak muda, tetapi kelakuannya tidak beretika dan beradab. Secara tidak langsung membuat citra anak muda menjadi jelek, padahal tidak seperti itu. Kelakuan tidak beretika dan beradab cuma dilakukan Grace dkk serta Gibran itu sendiri.

Mau bicara apa pun, tetap tidak didengarkan pihak PSI. Sebab watak seseorang itu sulit diubah, apalagi memiliki kepribadian penjilat.  Ya, semoga saja masyarakat tidak termakan omongan manis Grace dkk dan dapat berpikir jernih.

Padahal ini baru berbicara salah satu alasan Guru Besar melakukan kritik terhadap pemerintahan Jokowi. Belum lagi persoalan politisasi bansos, cawe-cawe Presiden, pejabat diperbolehkan kampanye dan memihak, menabrak konstitusi, tindakan intimidasi, dan selainnya.

Apalagi kritik dan mencela berbeda. Mencela adalah tindakan menyalahkan apa pun yang dilakukan pemerintah tanpa dasar atau pertanggungjawaban. Sedangkan kritik, tindakan penilaian dari tindakan pemerintah yang dinilai melanggar konstitusi. Sudah seharusnya pemerintah memberikan perlindungan dan kebebasan berpendapat, bukan diintimidasi.(*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *