Labuan Bajo | Kanwil Kemenkumham NTT menghelat workshop promosi dan diseminasi kekayaan intelektual komunal (KIK) di Kabupaten Manggarai Barat pada Kamis, 30 Mei 2024). Workshop di Creative Hub Puncak Waringin Labuan Bajo ini dibuka Kepala Kanwil Kemenkumham NTT, Marciana Dominika Jone.
Workshop diikuti peserta dari unsur pemerintah daerah, dekranasda, kepala desa/lurah, tokoh masyarakat/budayawan, pelaku ekonomi kreatif, dan sanggar seni budaya di Kabupaten Manggarai Barat.
Marciana mengatakan, kekayaan intelektual (KI) secara umum terdiri dari KI personal dan kekayaan intelektual komunal (KIK). KI personal meliputi merek, hak cipta, paten, desain industri, DTLST, dan rahasia dagang. Sedangkan jenis KIK diantaranya ekspresi budaya tradisional (EBT), pengetahuan tradisional, sumber daya genetik, dan indikasi geografis.
“Di wilayah Manggarai secara umum sangat kaya dengan EBT, salah satunya tarian caci. Khusus di Manggarai Barat, dua jenis kopi yakni kopi robusta dan kopi arabika sudah terdaftar sebagai indikasi geografis,” ujarnya.
Menurut Marciana, Negara memberikan perlindungan terhadap KIK ketika pemerintah daerah atau komunitas lokal/adat mencatatkan KIK tersebut. Contoh, alat musik Sasando yang sudah tercatat sebagai KIK, dengan pemegang hak adalah Pemerintah Daerah dan masyarakat Provinsi NTT. Sesuai prinsip KI, pendaftar pertama menjadi pemegang hak atas kekayaan intelektual. Oleh karena itu, pihaknya terus mendorong Pemda bersama kelompok masyarakat agar aktif menginventarisasi potensi KIK untuk selanjutnya dicatatkan di Kementerian Hukum dan HAM RI.
Hingga saat ini, Provinsi NTT secara umum baru tercatat 149 ekspresi budaya tradisional (EBT), 20 pengetahuan tradisional, dan 12 indikasi geografis dari total 23 permohonan IG.
“Kami selalu mendorong pelindungan KI karena setelah tercatat atau didaftarkan, KI memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Jadi tidak hanya mendapatkan perlindungan hukum saja, tapi ada manfaat ekonominya bagi masyarakat,” jelasnya.
Marciana menambahkan, KIK yang sudah tercatat harus dijaga dan dilestarikan. KIK seperti kopi yang sudah mendapatkan sertifikat indikasi geografis (IG) bisa dicabut IG-nya apabila ada perubahan pada rasa kopi tersebut. Masyarakat perlindungan indikasi geografis (MPIG) berperan untuk menjaga kualitas IG terdaftar tetap sama seperti yang tercantum dalam dokumen deskripsi.
Sama halnya dengan KIK, lanjut Marciana, KI personal juga perlu didaftarkan di Kemenkumham agar mendapatkan perlindungan sekaligus manfaat secara ekonomi. Pihaknya kini tengah gencar mendorong pelaku ekonomi kreatif dan UMKM untuk mendaftarkan merek. Upaya ini didukung Pemda Provinsi NTT melalui Disperindag dan Disparekraf serta Bank NTT dengan memfasilitasi biaya pendaftaran Merek bagi pelaku UMKM dan ekonomi kreatif.
“Semakin banyak UMKM dan pelaku ekonomi kreatif yang mendaftarkan merek, semakin baik. Dengan terbitnya PP Nomor 24 Tahun 2022 tentang ekonomi kreatif, sertifikat KI bisa dijadikan sebagai jaminan pinjaman di bank,” terangnya.
Adapun workshop promosi dan diseminasi KIK menghadirkan narasumber yakni Kepala Bidang Pelayanan Hukum, Stefanus Lesu, Kasubid Pelayanan KI, M. Rustham dan Kabid Pembangunan Sumber Daya Industri Disperindag NTT, Marcelina Kopong.(*)
Sumber */Humas Kumham NTT/Rin)