Conclave

Loading

Oleh: Andreas Sihotang

Mata dunia sedang tertuju ke Vatikan. Usai wafat hingga pemakaman Paus Fransiskus, dunia sedang menanti proses pemilihan Paus baru, atau yang dikenal dengan istilah Conclave.

Beberapa waktu lalu, sebuah film dengan judul dan tema Conclave menggambarkan proses pemilihan Paus. Sayangnya, gambaran yang diberikan dalam film tersebut seperti memberi kesan negatif terhadap proses ini. Beberapa kardinal yang berkumpul digambarkan penuh ambisi dan melakukan intrik-intrik seperti para politikus. Mereka berkelompok berdasarkan identitas tertentu, ada yang menghabiskan berbatang-batang rokok, dan ada yang berkasak-kusuk untuk menjegal lawan.

Saya hanya orang awam, yang tidak tahu banyak tentang bagaimana proses pemilihan Paus dilakukan. Saya bahkan belum pernah mengunjungi Vatikan. Tapi menurut saya, beberapa gambaran dalam film itu menyesatkan. Sejauh ini, tidak terlihat di media para kardinal bergerombol sambil madat di wilayah Vatikan.

Diskusi dan bahkan perdebatan tentang sosok Paus yang diharapkan mungkin saja terjadi. Preferensi-preferensi para kardinal sebagai manusia yang berakal dan sebagai orang-orang yang sangat peduli pada keberlangsungan gereja Katolik pasti ada.

Namun ada satu hal yang sering disampaikan oleh kardinal Ignasius Suharyo dan tidak banyak digambarkan dalam film Conclave: pemilihan Paus diliputi suasana doa. Saya mendengar bahwa lagu “Datanglah Roh Kudus” atau “Veni Creator Spiritus” juga akan dinyanyikan, mengiringi langkah para kardinal masuk ke dalam kapel Sistina (Sistine Chapel) yang akan dikunci (conclave) selama pemilihan Paus berlangsung.

Para kardinal masuk dalam proses Conclave ini dengan preferensi dan pertimbangan pribadi berdasarkan pemahaman dan tanggung jawab mereka terhadap gereja. Namun mereka juga memohon bimbingan Roh Kudus bagi keputusan yang akan mereka buat.

Sebagai umat kristiani, kita mengimani apa yang dikatakan dalam Alkitab, “Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman TUHAN. Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu.” (Yesaya 55:8-9).

Begitu pula, kita selalu membawa dan menyerahkan semua rencana hidup kita kepada-Nya. Kalau dalam keputusan-keputusan biasa saja kita melibatkan Tuhan, apalagi dalam keputusan penting seperti pemilihan Paus.

Umat Katolik meyakini bahwa Paus adalah penerus rasul Petrus yang ditunjuk Yesus untuk menjadi kepala jemaat dan gembala umat-Nya ketika Dia bersabda, “Dan Aku pun berkata kepadamu: Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya” (Matius 16:18).

Yesus juga meminta Petrus untuk menggembalakan domba-domba-Nya, sebagaimana dikisahkan dalam Injil Yohanes: “Yesus berkata kepadanya untuk ketiga kalinya, “Simon, anak Yohanes, apakah kamu mengasihi Aku?” Hati Petrus menjadi sedih karena Yesus bertanya untuk ketiga kalinya, “Apakah kamu mengasihi Aku?” Lalu, Petrus berkata kepada-Nya, “Tuhan, Engkau tahu segala sesuatu. Engkau tahu bahwa aku mengasihi Engkau!” Yesus berkata kepadanya, “Gembalakanlah domba-domba-Ku!” (Yohanes 21:17).

Conclave bukanlah proses pemilihan presiden atau tokoh politik yang sering diwarnai dengan ambisi pribadi untuk berkuasa dan mencari keuntungan pribadi atau kelompok. Ambisi malah akan menjadi penghalang utama dalam pemilihan Paus.

Mereka yang digadang-gadang sebagai calon favorit pun bahkan sering tidak terpilih, sebagaimana dikatakan dalam pepatah tua: “he who enters the conclave as pope, leaves it as a cardinal” (dia yang masuk ke conclave sebagai paus akan keluar sebagai kardinal).

Conclave adalah pemilihan seorang gembala umat Tuhan, yang menjadi wakil Kristus di dunia ini. Seorang Paus haruslah seorang yang meneladani Yesus Kristus, Sang Gembala Agung: memberitakan kebenaran, mewartakan kerajaan Allah, sederhana, rendah hati, mengasihi, mengampuni, melayani, dan bahkan mengorbankan diri untuk keselamatan manusia. Sebagaimana disabdakan Yesus: “Akulah gembala yang baik. Gembala yang baik memberikan nyawanya bagi domba-dombanya.” (Yohanes 10:11).

Sebagai seorang warga gereja Katolik dan warga dunia, saya ikut mendoakan: semoga Roh Kudus menerangi dan membimbing para kardinal yang akan memilih Paus baru pengganti mendiang Paus Fransiskus, sehingga Paus yang terpilih adalah seorang gembala yang benar, yang meneladani Yesus Sang Gembala Agung, yang menuntun manusia pada jalan kebenaran dan keselamatan, amin.(*)

Penulis merupakan alumni 1988 SMP Katolik Frater Kupang dan berdomisili di Little Rock, Arkansas, Amerika Serikat

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *