Oleh: Yezua Abel, Statistisi pada BPS Provinsi NTT
Komunikasi hasil kegiatan statistik menjadi jembatan antara statistisi dan pengguna data sehingga produk statistik yang dihasilkan dapat diterima, dipahami dan dimanfaatkan untuk pengambilan keputusan.
Dalam tahap diseminasi data, Badan Pusat Statistik (BPS) melakukan manajemen rilis produk statistik kepada pengguna yakni pemerintah dan masyarakat luas mencakup semua kegiatan yang berhubungan dengan pengumpulan data dan rilis berbagai produk statistik. Hal ini termasuk membantu pengguna untuk mengakses dan menggunakan output yang dihasilkan oleh BPS.
Produk statistik berupa data dan indikator dikemas dalam berbagai bentuk seperti tabel, grafik, infografis, berita resmi statistik, dan buku publikasi. Produk statistik tersebut disajikan melalui berbagai media atau forum seperti media digital cetak (web), atau melalui berbagai forum seperti seminar, focus group discussion (FGD), dan sebagainya. Mengkomunikasikan hasil kegiatan statistik merupakan tindak lanjut yang penting agar data statistik dapat dimanfaatkan secara optimal.
Pertanyaan mendasar adalah bagaimana agar data dan indikator yang disajikan dalam berbagai produk statistik yang disampaikan kepada pengguna data menjadi relevan, mudah dipahami, dan memberi manfaat optimal? Ini harus menjadi perhatian dan direnungkan oleh setiap insan statistisi.
Jangkar Berpikir
Kegiatan statistik pada dasarnya adalah kegiatan ilmiah atau keilmuan untuk mencari kebenaran hakiki tentang permasalahan tertentu. Seperti statistik yang tidak statis, ilmu terus berkembang termasuk cara mempresentasikan hasilnya kepada publik. Namun apa pun perubahan yang kita lakukan harus mengakar pada prinsip keilmuan dan berangkat dari kesadaran makna bukan sekadar mengikuti sekumpulan prosedur.
Kesadaran makna dalam perspektif ilmu di dunia akademi dibagi menjadi tiga aspek yakni ontologi, epistemologi dan aksiologi. Aspek ontologi membahas hakikat dan makna dari kegiatan ilmiah yang dilakukan. Sejatinya adalah menyampaikan kebenaran atau bukti (evidence). Aspek epistemologi membahas bagaimana memperoleh kebenaran itu atau rangkaian proses ilmiah yang harus dilakukan.
Aspek aksiologi menekankan pada kegunaan kegiatan ilmiah yakni untuk mencerdaskan masyarakat. Inilah spirit yang mendorong seorang peneliti dalam menghasilkan karya ilmiahnya.
Komunikasi publik yang efektif sangat penting agar publik memperoleh penjelasan yang benar dan tidak bias. Bagaimana seorang ilmuwan meningkatkan efektivitas komunikasi publik, maka ia harus memiliki dasar etik yang mendasari perilakunya. Menurut Max Weber seorang sosiolog yang terkenal pada abad ke-19, seorang ilmuwan harus menentukan pilihan etiknya antara etik hati nurani (gesinungsethik) atau etik tanggung jawab lingkungan sosial, politik dan budaya (veranwortungsethik).
Secara singkat, etik hati nurani dilandasi oleh semangat kebenaran mengikuti hati nurani (freedom of conscience). Kebenaran normatif harus dikomunikasikan dan diperjuangkan, terlepas apakah diterima publik atau tidak. Namun apabila pikiran, tulisan atau tindakan dipaksakan kepada publik maka hasilnya bisa terjadi penolakan atau pemutarbalikan fakta (distorted communication) yang tidak diinginkan. Lain halnya dengan etik tanggung jawab yang menghendaki syarat komunikasi produktif harus dibangun di atas fondasi tanggung jawab yang kuat terhadap lingkungan sosial, institusi dan keberlangsungan tugas. Publik akan menerima hasilnya tanpa penolakan, meskipun kadang tulisan disampaikan berupa kritik yang pedas.
Jika seorang ilmuwan sudah memiliki etik tertentu dalam menyampaikan tulisannya selanjutnya masih ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan. Sebagai ilmuwan, statistisi harus memperhatikan prinsip eksternal positif yang selalu memandang positif terhadap konsumen dan pembaca karya statistik. Statistisi perlu menjaga kedekatan emosional, empati dan suportif untuk kepentingan orang banyak. Statistisi juga pelu meminimalkan kesenjangan emosional dengan pemilihan diksi yang tepat. Sesuaikan dengan target pengguna data secara baik, letakkan karya pada modus masyarakat populasi pembaca
Agar karya statistik berupa data dan analisis dapat diterima dengan baik oleh masyarakat, maka statistisi perlu menghindari bias. Bias adalah kecenderungan untuk mendukung atau menentang suatu hal, orang, atau kelompok daripada yang lain dengan cara yang tidak atau kurang adil. Sikap ini dapat menimbulkan prasangka dan keputusan yang bias.
Seperti yang dijelaskan oleh J. Habermas (1981), kita dapat terjebak pada beberapa bias seperti nilai nilai kultural atau kepercayaan (value bias); mengorbankan obyektivitas dan kebenaran karena faktor kepentingan politik dan sejenisnya (interest bias), dan merasa lebih kompeten, lebih pandai, dan lebih benar karena faktor kedudukan atau kekuasaan (power bias).
Beberapa hal yang dikemukakan ini merupakan filosofi atau prinsip yang fundamental yang perlu diketahui oleh setiap statistisi yang menganalisis data dan indikator statistik untuk dikomunikasikan kepada publik.
Pendekatan Baru Komunikasi Statistik
Dalam hidup bermasyarakat digunakan beberapa jenis komunikasi seperti komunikasi intrapersonal, komunikasi antarpersonal, komunikasi dalam kelompok, hingga komunikasi organisasi/publik.
Komunikasi intrapersonal mencakup kegiatan berpikir, bernalar, berkontemplasi, termasuk komunikasi dengan Sang Pencipta. Komunikasi antarpersonal menekankan perlunya saling menghormati dan memahami kebutuhan orang lain. Komunikasi dalam kelompok sama halnya dengan komunikasi antar personal plus menghargai keberagaman atau latar belakang anggota yang berbeda-beda. Komunikasi organisasi/publik tidak terpisahkan dari upaya menciptakan, memelihara, dan melindungi reputasi serta prestise organisasi yang diwakili.
BPS sebagai organisasi menjalankan komunikasi publik selain untuk mengenalkan dan menjelaskan data, indikator, dan statistik yang mencerdaskan pengguna data sekaligus menjaga dan meningkatkan reputasi, prestise dan citra BPS. BPS terus memperbarui pendekatannya dalam mengkomunikasikan hasil kegiatan statistik kepada pengguna data sesuai dengan tuntutan perubahan jaman.
Sampai tahun 2000-an kantor statistik (statistic office) di negara-negara berkembang umumnya menghasilkan data atau publikasi statistik dengan analisis yang terbatas. Sejak 2018, Divisi Statistik PBB telah menghimbau para anggotanya untuk membawa statistik lebih dekat kepada publik yakni membawa data yang terpercaya dan dapat ditindaklanjuti kepada publik, media, dan pembuat kebijakan.
UNESCAP, Komisi Sosial Ekonomi PBB untuk Asia dan Pasifik pada tahun 2018 merilis kertas kerja yang berjudul Integrasi Data-Kebijakan: kunci untuk mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) untuk semua. Makalah ini mengaktualisasikan ruang di mana kebijakan dan data dapat berinteraksi secara konsisten berpedoman pada prinsip-prinsip yang disepakati secara universal.
Enrico Giovanini seorang ekonom dan statistikawan Italia, yang pernah menjadi kepala OECD dan salah seorang desainer indikator SDGs mengatakan bahwa statistik harus disajikan sedemikian rupa sehingga masyarakat dapat menghubungkannya dengan kepentingannya. Gunakan bahasa atau analisis yang koheren yang dimengerti orang lain. Indikator statistik harus diterjemahkan untuk kepentingan mereka.
Sejalan dengan tuntutan perubahan, maka Kantor Statistik di daerah juga harus berubah dengan pola komunikasi yang kolaboratif dan menyampaikan penjelasan mendalam (insight) kepada pengguna data terutama perangkat daerah (PD). Data yang dirilis dalam bentuk berita resmi maupun publikasi statistik tidak cukup hanya dapat diakses dan selanjutnya terserah bagaimana PD menginterpretasikan.
Ini bukan zamannya lagi.
Saat ini BPS dan pemangku kepentingan mendukung terjadinya integrasi data dan kebijakan. Bahkan lebih dari itu BPS melakukan pembinaan statistik sektoral agar PD dapat menghasilkan data sektoral yang dibutuhkan oleh pengguna data lainnya. BPS mengetahui lebih dahulu tentang statistik hingga bagaimana mendapatkan data yang berkualitas di lapangan.
Statistisi harus menyesuaikan diri dengan berbagai pendekatan baru bagaimana menganalisis data dan menyampaikan hasilnya kepada publik secara kritis. Harus terjadi pergeseran paradigma dan perubahan radikal dalam karya tulis atau publikasi yang mendukung hubungan antara data dan kebijakan. Apapun yang dianalisis harus sesuai dengan prinsip-prinsip universal seperti relevan dengan kebutuhan publik, atau bebas dari bias dan tidak berpihak (impartiality).
Mari kita renungkan hal ini sejenak sebelum melanjutkan panggilan tugas sebagai seorang statistisi.(*)