Rakyat di Antara Menteri Waras dan Tidak

Loading

Oleh : Raya Hanggawangsa

Warganet ramai-ramai menyoroti ekspresi Menteri Keuangan Sri Mulyani yang mendampingi Menteri Ekonomi Airlangga Hartarto saat mengumumkan pembagian bantuan langsung tunai (BLT).

Saya memang bukan pakar ekspresi dan mimik, tapi secara umum saja ada gurat penuh malu sekaligus tidak suka di sana.

Mengapa demikian? Bukan, bukan soal tidak suka membagikan bansos ke rakyat. Tapi mereka si elite penguasa termasuk menteri di sebelah Sri Mulyani itu, sedang berusaha menanamkan pemahaman bahwa bansos berasal dari Pak Jokowi. Ya bukan hanya Airlangga tapi juga ada Zulkifli Hasan, keduanya adalah partai dari koalisi paslon 02 yang mengusung Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.

Secara terang-terangan mereka menancapkan pengertian bahwa bansos itu dari Jokowi, jadi rakyat harus berterima kasih dengannya. Karena anak Jokowi yakni Gibran maju sebagai kontestan pilpres, maka wujud terima kasih dengan memilih Gibran untuk melanjutkan Jokowi. Begitu yang menggaung di telinga rakyat, dan berusaha ditancapkan pada ingatan mereka oleh dua menteri sekaligus ketua umum partai di koalisi 02 itu.

Bukan hanya soal tujuan agar rakyat memilih Gibran, tapi tujuan Airlangga dan Zulhas tadi juga bisa pada menutupi aib sang presiden yang akhir-akhir ini nampak bukan Jokowi yang dulu. Termasuk soal anaknya yang menjadi cawapres dengan jalur pelanggaran etik dari putusan Mahkamah Konstitusi, sampai pada ambyarnya netralitas yang kerap digaungkan karena panik.

Dari bansos menteri perdagangan dan menteri ekonomi tadi menanamkan ingatan soal Jokowi yang merakyat dan kebaikan sang presiden. Betul dia adalah presiden merakyat, sebelum menghalalkan segala cara untuk melimpahkan kekuasaan yang dia pegang saat ini kepada anaknya. Sekarang sang presiden berubah 180 derajat, bukan lagi merakyat tapi meminta imbalan rakyat.

Kekuasaan membuatnya lupa daratan hingga menjadikannya gila jabatan. Mempolitisasi bansos merupakan salah satu jalur untuk tetap mendapat simpati rakyat demi mendongkrak suara anaknya dalam kontestasi pilpres. Hal itu tidak boleh terjadi berlarut-larut. Rakyat tidak boleh diracuni dengan pemahaman tang salah bahwa bansos berasal dari Jokowi, melainkan dari negara.

Sri Mulyani dalam kesempatannya berbicara di hadapan publik, memaparkan uraian tentang bansos yang berasal dari uang negara. Di mana uang negara itu juga masuk dalam APBN dan sering disebut sebagai uang kita, milik rakyat dengan penggunaannya untuk rakyat. Bukan milik presiden, bukan pula dana kampanye anaknya. Masih banyak menteri Jokowi yang waras dan tidak mau ikut-ikutan gila kekuasaan. Termasuk Mahfud yang meluruskan soal bansos adalah kewajiban negara dan merupakan hak rakyat yang membutuhkan.

Demi mendapatkan keleluasaan dalam membagi bansos, Jokowi turun tangan langsung mengurusnya bersama Bulog dan badan pangan tanpa Menteri Sosial Risma. Padahal sebelumnya dalam pembagian bantuan, Risma tidak pernah absen dalam mendampingi bapaknya Gibran itu. Memang semua sudah di-setting begitu, hanya menteri yang satu suara dengannya saja yang dilibatkan.

Mahfud MD tidak mungkin karena dia cawapres Ganjar Pranowo. Risma tidak mungkin karena dia menentang kenaikan bansos, bahkan tidak menyanggupi pembagian bansos yang over dosis ini. Sri Mulyani terpaksa dan harus dilibatkan karena dia jantungnya perekonomian negara, yang membiayai bansos demi kepentingannya menaikkan suara sang anak.

Parah bukan, jika dikupas satu persatu, jawabannya akan ketemu siapa saja yang masih waras dan turut gila jabatan dengan meninggalkan integritas dan netralitas.(*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *