21 Tahun Pejuang Eks Timor-Timur Ditelantarkan Pemerintah Indonesia

Loading

Belu-NTT, Garda Indonesia | Bertepatan dengan kunjungan kerja Menko Polhukam RI, Prof. Mahfud MD dan Mendagri, Prof. Tito Karnavian ke Kabupaten Belu, Provinsi Nusa Tenggara Timur, pada Kamis 18 Juni 2020; sejumlah perwakilan Eks Pejuang Timor- Timur menggelar Jumpa Pers di Atambua.

Para eks pejuang integrasi yang tergabung dalam Paguyuban Pejuang Timor-Timur (PPTT) itu, diketuai oleh Mantan Komandan Sektor C Pasukan Pejuang Integrasi, Cancio Lopes De Carvalho, S.H. Anggota paguyuban itu pun, kini tersebar di tiga kabupaten, Belu, Malaka, dan Timor Tengah Utara (T.T.U).

“Kami minta kepada pemerintah RI untuk segera memperjelas status hukum terhadap 401 pejuang yang dituduh sebagai pelanggar HAM berat tahun 1999 oleh PBB. Kami juga usulkan 4.115 pejuang dan korban politik Timor- Timur untuk diangkat menjadi Veteran RI dan diberikan bantuan kompensasi sesuai kemampuan keuangan negara,” demikian poin aspirasi tertulis yang disebutkan Cancio di hadapan wartawan.

Menurut Cancio, pihaknya tidak bisa menemui kedua pejabat negara itu lantaran tidak masuk dalam agenda kerja Melko Polhukam dan Mendagri.

“Kami sudah minta bupati untuk agendakan tetapi terlambat. Karena itu, bupati minta kami tuangkan dalam bentuk tulisan, dan kami sudah serahkan ke bupati. Selanjutnya, bupati yang teruskan kepada menteri,” cerita Cancio De Carvalho kepada wartawan sembari menuturkan bahwa jika kelompoknya dituduh melanggar HAM berat, kenapa selama 21 tahun ini tidak diproses untuk diadili? Kenapa dibiarkan terlantar?

Cancio De Carvalho juga menegaskan, apabila aspirasinya tidak diindahkan maka pihaknya akan menyatakan sikap melalui pagelaran Kongres Terbuka di Kota Atambua.

Terpisah, Bupati Belu Willybrodus Lay yang dikonfirmasi Garda Indonesia terkait aspirasi PPTT ini melalui telepon dan pesan Whatsapp pada Sabtu, 20 Juni 2020 pagi, belum memberikan respons. (*)

Penulis + foto (*/HH)
Editor (+ rony banase)