Oleh: Novilus Uropmabin
Manusia kerap kali mempertanyakan makna hidup di dalam ziarah hidupnya. Pertanyaan filosofisnya adalah apa artinya hidup di dunia ini, apa tujuan keberadaan manusia di dunia ini, setelah ini akan pergi ke mana?
Setiap manusia yang hadir di dunia ini memiliki tugas masing-masing untuk mengevaluasi kehidupan sekaligus menemukan jalan bagi perkembangan hidupnya. Maka, untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas tergantung pada manusia itu sendiri.
Manusia memilih jalan hidup di dunia ini, manusia sendirilah menemukan tujuan hidupnya dan ke mana setelah ini ditentukan sendiri. Terutama dalam pertanyaan terakhir ini suatu pilihan yang membutuhkan persiapan diri yang matang melalui suatu pertimbangan tentang kedua unsur pertama yang bermain peranan dalam perkembangan kehidupan selanjutnya.
Pada proses permenungan atas makna hidup di dunia ini, ada 4 (empat) pokok terpenting guna menemukan eksistensi manusia demi menentukan makna hidupnya yakni tempat manusia di dunia, nilai dunia bagi hidup manusia, nilai manusia itu sendiri, dan kebijaksanaan hidup yang tepat guna menentukan perjalanan hidup yang baik dan benar.
Secara holistik dapat dilihat dari buku manusia merenungkan makna hidupnya yang ditulis oleh Theo Huijbrs (1986) terdapat empat pokok terpenting yaitu dunia semesta, manusia dunia, makna manusia dan kebijaksanaan.
Huijbrs menegaskan bahwa manusia dengan merenungkan dirinya, ia mencari pengertian tentang dirinya sebagai makhluk yang sadar akan hidup di dunia. Kesadaran itu berfungsi dalam kehidupan manusia sebagai makhluk jasmani yang ditandai oleh tempat, waktu dan ruang untuk mencari serta menemukan siapa dirinya, apa tujuan keberadaannya, dan setelah ini, akan pergi ke mana. Jadi secara sadar manusia menanggapi sebagai cerminan sekaligus makhluk dunia yang sadar dengan dunianya.
Pada tulisan ini, penulis akan membatasi diri dan lebih fokus ke arah manusia makhluk yang membumi, merenungkan makna hidupnya, dan apa tujuan yang ingin dicapai oleh di dunia ini.
Manusia makhluk yang membumi
Dunia ditelaah bahwa pertama-tama ditanggapi sebagai lingkungan hidup. Namun dalam pandangan ini sangat sempit karena dipandang hanya sebatas subjektivitas manusia atau tempat kedamaiannya manusia dan pada umumnya makhluk lain tidak mendapatkan tempat di dunia ini. Dunia ini khas dan hubungan manusia dengan kehidupannya bersifat intensional artinya manusia tidak lepas dari dunia dan segala yang ada sekaligus hidup manusia berlangsung dalam hubungan timbal balik dengan kehidupan tersebut. Jadi dalam pengertian ini dapat dikatakan bahwa dunia adalah totalitas dari yang ada artinya segala sesuatu ada dan berada dalam satu kesatuan di dalam dunia ini.
Dengan konsep di atas memberikan suatu reaksi untuk menunjukkan makna sekaligus manusia yang membumi itu dapat dilihat dan direfleksikan lebih lanjut bahwa manusia makhluk yang membumi berarti mendiami di dunia sebagai ruang atau tempat bergerak dan hidup untuk mengisi ruang yakni secara riil maupun lahiriah batiniah untuk membangun relasi ditemukan di dalamnya bersama makhluk-makhluk lain. Untuk mengisi ruang itu, manusia hidup bersama yang lain dalam semesta ini demi menciptakan dunia yang lebih harmonis, damai dan sejahtera seusai dengan nilai-nilai keutamaan untuk dihayati bersama dalam kehidupan kongkret.
Dengan demikian tidak hanya menghiasi dunia sebagai panggung sandiwara tempat keberadaan manusia, melainkan ikut terlibat di dalamnya membentuk kediaman yang layak dihuni oleh semua makhluk yakni sebagai dunia ideal. Artinya mewujudkan nilai-nilai keutamaan universal menjadi nyata dalam kelangsungan hidup manusia sehingga menciptakan dunia yang penuh makna dan bernilai.
Untuk menciptakan dunia yang penuh makna dan bernilai, setiap manusia didorong oleh suatu perasaan hidup tertentu dalam hati manusia yakni rasa aman dan nyaman. Dalam perasaan aman itu manusia sendiri yang menciptakannya untuk dirinya cocok dengan hidup di dunia ini, lagi pula hubungan manusia dengan dunia dihayati dan dimaknai sebagai suatu hubungan asmara atau istimewa untuk saling percaya demi mempertahankan relasi agar tidak putus. Artinya manusia harus menghargai dan menghormati serta mencintai dunia ini dengan penuh penghayatan sebagai tempat sandaran hidupnya, sebaliknya dunia akan menerima keberadaan manusia sebagai partner untuk menciptakan kehidupan yang beradab dan bernilai dari hukum-hukumnya. Dengan begitu rasa nyaman akan tercipta sendirinya sebagai rumah yang layak dihuni oleh semua makhluk di dunia ini.
Manusia merenungkan makna dalam ziarah hidup di dunia ini
Manusia makhluk membumi atau makhluk dunia, maka dalam merenungkan maknanya yang sebenarnya perlu ditinjau dari kenyataan bahwa manusia adalah makhluk dunia sekaligus berada di dunia dan apa saja yang berikatan tentang manusia berakar dalam kebenaran dasar yang menyatakan bahwa ia menaruh perhatian pada dunia supaya ia dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Kebutuhannya adalah kebutuhan akan dirinya yang vital psikis dan ia mempunyai badan juga mempunyai kesadaran. Kedua hal ini mengarahkan manusia ke dunia bahwa badan tampak dalam kelakuannya seperti emosi, makan, minum, bernafas dan sebagainya sehingga ia tunduk pada hukum-hukum biologis alamiah.
Oleh karena itu, manusia hidup dalam situasi tertentu dan mengarahkan perhatiannya kepada situasi tersebut dengan berkat kesadaran sebagai makhluk yang berakal budi. Sehingga ia hidup dalam penuh kesadaran dan memaknai serta menghayatinya dalam rentetan pengalaman hidup sehari-hari. Karena eksistensinya secara implisit bertitik tolak dari pengertian akan dirinya dan dunianya sebagai pusat pengetahuan yang patut diwujudkan nyatakan dalam memaknai hidup. Sebab apa yang menjadi nyata dalam pengalaman ini adalah bahwa manusia yang hadir dalam segala peristiwa hidupnya senantiasa memberikan suatu kesadaran baru untuk selalu insaf tentang keberadaannya sekaligus memaknai hidup sebagai sebuah ziarah menuju pemaknaan diri yang integral.
Manusia merenungkan makna dalam ziarah hidup di dunia dalam buku menjadi mencintai, berfilsafat teologis sehari-hari yang ditulis oleh Armada Riyanto (2013), memberikan suatu penegasan bahwa manusia adalah sang peziarah. Manusia tetap tinggal di tempat yang sama tetapi jiwanya berjalan, berziarah menuju ke tempat yang dirindukannya untuk menanggapi keindahan yang lebih, kedekatan yang lebih, kebaikan yang lebih, kebahagiaan yang lebih, dan cinta yang lebih untuk memaknainya dalam kehidupan sehari-hari. Dengan berziarah ia mencari pengertian akan hidupnya, dirinya, makna hidupnya, dunianya sampai kepada apa yang dirindukan selama ini yaitu kebahagiaan.
Karena itu, dalam mencari dan merenungkan makna hidup, manusia yang memiliki kesadaran untuk menciptakan kehidupan yang lebih harmonis dan sempurna di dunia ini sekaligus dirinya sebagai makhluk dunia.
Jadi, sudah jelas bahwa manusia tidak hanya dikondisikan oleh berbagai macam peristiwa tetapi jauh dari itu, ia memiliki jiwa dan akal budi untuk memperhatikan pengalaman hidup saat ini sebagai pengalaman berharga untuk memaknainya. Sebab, keberadaan manusia serta segala pengalaman hidup memiliki suatu perspektif yang memberi pemahaman serta pengertian akan pengetahuan atau sumber bagi manusia itu sendiri demi menemukan arah dan tujuan hidup yang lebih bijaksana.
Karena hidup sehari-hari bukan momen-momen yang berlangsung tanpa makna tetapi memberikan suatu makna yang sangat berharga untuk memaknainya sebab pengalaman harian adalah esensi dari kebajikan itu sendiri. Untuk mencapai kebenaran dan kebijaksanaan hidup, manusia tidak pernah sama setiap hari, ia berubah, berkembang, menjadi manusia sejati dan bijaksana dalam hidupnya melalui proses pengalaman yang ada dalam ruang dan waktu membawanya sampai pada tingkat atau titik kehidupan yang lebih baik.
Tujuan yang ingin dicapai oleh manusia di dunia ini
Manusia selama hidupnya di dunia ini, dihadapkan dengan berbagai macam peristiwa merintanginya sehingga mempertanyakan tentang dirinya, maknanya dan tujuannya. Dengan adanya realitas hidup membawa manusia untuk mencari jalan keluar untuk menemukan tujuan yang ingin dicapai di dunia ini guna mewujudkan dirinya sebagai makhluk dunia yang bernilai dan bijaksana. Manusia sebagai makhluk dunia, segala peristiwa hidup menyadarkan dirinya sekaligus memberikan suatu pencerahan akan sebuah kesadaran untuk terus menerus merefleksikan diri dan menemukan orientasi hidup yang baik.
Dalam buku pencerahan kebenaran, cinta dan kearifan melampaui Dogma yang ditulis oleh J Sudrijanta (2013). Memberikan suatu penegasan bahwa manusia sering kali lari dari kenyataan hidup, meskipun peristiwa yang terjadi memberikan suatu kepastian hidup namun kecenderungan mencari nyaman dan kepastian dalam pemikiran orang lain sehingga tidak memahami akan dirinya, dunianya dan makna serta tujuan dari setiap kisah atau peristiwa yang ada.
Manusia sebagai makhluk dunia atau membumi, hukum-hukum alam sangat berperan dalam kelangsungan hidup manusia dan hukum alam itu dapat mengantarkan manusia menemukan tujuan akhir yaitu kebahagiaan.
Dengan keberadaan manusia di dunia ini ikut serta menciptakan kehidupan yang harmonis, damai, bernilai, bermartabat merupakan suatu wujud nyata atas keberadaannya sebagai makhluk berakal budi yang ikut berpartisipasi dan bertanggung jawab demi memberi arti serta makna bagi dunia sekaligus makhluk lainnya. Karena apa pun manusia bertindak berdasarkan kebaikan atau nilai-nilai keutamaan ialah suatu tindakan yang mengarah kepada kebaikan bersama. Dalam artiannya bahwa keterlibatan manusia terhadap menciptakan dunia yang lebih bermartabat menjadi jelas karena ia memberi makna sekaligus membahagiakan bagi dunia ini.
Karena kebahagiaan adalah aktivitas keutamaan yang harus dikerjakan terus menerus oleh manusia dalam hidup sehari-hari. Jika berhenti sekali saja untuk tidak melakukan kebaikan kepada yang lain, maka ia telah kehilangan momen aktivitas yang membahagiakan dan ia kehilangan kebahagiaan itu sendiri atau dalam bahasa Levinas manusia sejauh ada di sekitarku adalah produksi nilai yang harus aku hormati keberadaan dan kehormatan. Sebab mengenai nilai sikap hormat berasal dari kehadiran orang lain di sekitarku. Kemudian dipertegas oleh Thomas Aquinas bahwa tujuan akhir hidup manusia adalah kebahagiaan, kebahagiaan itu dapat tercipta apalagi tindakan-tindakan manusia mengarah ke kebaikan bersama (Bonum commune).
Oleh sebab itu, dari uraian di atas menarik sebuah kesimpulan bahwa manusia sebagai makhluk dunia yang sedang merenungkan makna dirinya dalam ziarah hidup di dunia ini mesti sadar akan keberadaannya sebagai bagian dari dunia ini, dipanggil untuk menciptakan kehidupan yang lebih bermakna, bermartabat, dan bernilai agar dunia ini layak dihuni oleh yang lain. Sebab, hidup di dunia ini adalah sebuah ziarah sekaligus singgah untuk minum kebijaksanaan lalu pergi. Karena intensi dahaga jiwa akan kebijaksanaan tidak ditentukan oleh lama atau sebentar orang menjalani hidup di dunia ini tetapi sejauh mana melibatkan diri di dalamnya untuk memaknainya sehingga mutu dan intensi akan kebahagiaan manusia didasarkan pada kebajikan, kebahagiaan dan kebijaksanaan itu sendiri.
Dengan demikian, kita menyadari bahwa kebahagiaan, kebenaran serta kebijaksanaan hidup yang kita alami di dunia ini sebagai sebuah aktivitas singgah untuk minum air demi menandai berakhirnya hidup di sini, melalaikan hidup sedang mengarahkan dan membimbing kita menuju kepada Allah sebagai sumber kebahagiaan serta kebijaksanaan itu sendiri.(*)
Penulis merupakan mahasiswa STFT Fajar Timur Abepura Jayapura Papua