Eksotis Pulau Sumba, Belanja Tenun dan Kuliner Pakai QRIS Bank NTT

Loading

Oleh : Roni Banase

Anda sudah pernah mengunjungi Pulau Sumba? Pulau yang terkenal dengan sebutan Tana Humba, memiliki luas wilayah sekitar 11.006 km2 dan dinobatkan sebagai pulau terindah di dunia (The best beautiful island in the world) versi Majalah Focus terbitan Jerman tersebut memiliki beragam kekayaan budaya, adat istiadat, keindahan alam, dan karya tenun ikat dengan beragam corak indah.

Pesona alam Pulau Sumba berada di jajaran pulau di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) ini juga sangat memikat dengan hamparan sabana, kampung adat, dan pantai eksotis seperti Pantai Walakiri, Kampung Adat Pariijing, Danau Weekuri, Pantai Padadita, Air Terjun Tanggedu, dan Bukit Jokowi pada hamparan sawah sebagai lumbung pangan di Sumba Tengah.

Namun, yang menarik untuk ditelisik dan ditelusuri adalah budaya menenun dan jenis kain tenun Sumba dan kali ini, kita menelusuri Desa Kambatatana di Kecamatan Pandawai, Kabupaten Sumba Timur, desa binaan Bank NTT Cabang Waingapu yang ikut dalam Festival Desa Binaan Bank NTT 2021.

Karyawati Bank NTT Waingapu dan Lokasi Desa Kambatatana Binaan Bank NTT

Saya pun berkesempatan mengunjungi Pulau Sumba pada Kamis—Jumat, 10—11 Juni 2021, menggunakan penerbangan Citilink dari Bandara Internasional El Tari Kupang pada Kamis, 10 Juni 2021 pada pukul 12.15 WITA (lama perjalanan 1 jam 10 menit), tiba di Bandara Umbu Mehang Kunda pada pukul 13.30 WITA, saya dan para penumpang harus melewati pemeriksaan bebas Covid-19.

Usai menjalani pemeriksaan bebas Covid-19, oleh saya pun diarahkan menginap di Padadita Beach Hotel dengan view pantai. Usai check in, saya dan pemandu yang ditugaskan oleh Bank NTT Waingapu melanjutkan menelusuri Pantai Walakiri. Menempuh perjalanan sekitar 1 jam dengan menikmati hamparan sabana di kiri dan kanan jalan, kami pun disuguhi pemandangan unik yakni kawanan ternak Domba dan Sapi yang melintasi jalan.

Seraya bercanda dengan aksen Sumba, Aron (pemandu,red) berkata, “ Di sini, yang membuat macet ya kawanan ternak,” ujarnya dan saya pun paham karena di sepanjang perjalanan kami, yang saya lihat di hamparan sabana adalah kawanan ternak Orang Sumba seperti Sapi, Kerbau, Domba, dan Kuda Sumba yang dibiarkan merumput.

Saya diliputi rasa penasaran, apa yang dimiliki Pantai Walakiri yakni Pohon Bakau Menari (bentuknya seperti orang menari, red) atau matahari terbenam ‘Sunset’ fenomenal seperti yang terpajang di berbagai akun instagram, namun kali ini tak dapat saya jumpai karena waktu kunjungan yang tak tepat. Kami tiba dan melihat pesona Pantai Walakiri pada pukul 15.40 WITA, ya tentunya belum saatnya sunset.

Senja di Pantai Walakiri

Lalu, saya menyusuri setiap lekuk pantai dengan hamparan pasir putih tanpa karang dan minim sampah tersebut sambil memotret beberapa spot. Namun sangat disayangkan, beberapa Pohon Bakau fenomenal telah lenyap. “Itu akibat badai kemarin (Badai Seroja pada 3—5 April 2021 yang melanda NTT, red), menimbulkan banjir bandang yang merusak dan  menghanyutkan Pohon Bakau,” ungkap Aron.

Usai menikmati pesona Pantai Walakiri, kami pun harus kembali ke Waingapu guna berjumpa dengan tim juri Festival Desa Binaan di Bank NTT Cabang Waingapu. Lalu, bersama tim juri kami memutuskan kembali ke Pantai Walakiri untuk menikmati senja dan kuliner khas yakni Ikan Kuah Asam Kerapu dan Sayur Kangkung dari Warung Walakiri Beach yang sungguh lezat (dibanding tempat lain, suguhan kali ini sungguh lezat dan berbeda karena dimasak menggunakan tempurung dan sabut kelapa).

Pesona hamparan pasir putih di Pantai Walakiri

Usai menikmati ikan kuah asam, saya pun mengucapkan terima kasih kepada pelayan warung sambil bertanya,”Apa nama ikan kuah asam ini?” lalu dijawabnya dengan senyuman dan logat Sumba kental, “Saya tidak tahu”. Lalu saya, Juri Festival Desa Binaan Bank NTT, Johny Rohi; Kepala Divisi Pemasaran Kredit Mikro Kecil dan Konsumer, Johannis Tadoe dan Pemimpin Cabang Bank NTT Waingapu, Yusuf Hanggar Mawolu, S.Sos. membahas kondisi tersebut.

Yang menarik, di Warung Walakiri Beach bernuansa bambu tersebut menyediakan layanan pembayaran digital, QRIS Bank NTT. Saya pun takjub dengan kerja keras dan cerdas dari Direktur Utama Bank NTT, Harry Alexander Riwu Kaho beserta jajaran direksi, komisaris, dan manajemen Bank NTT yang fokus menerapkan layanan digital perbankan melalui Lopo Dia Bisa dan Agen Dia Bisa Bank NTT yang terdapat di 22 kabupaten/kota yang memiliki Desa Wisata dan terdapat kantor cabang Bank NTT.

Keesokan hari Jumat, 11 Juni 2021, pukul 09.00—13.00 WITA, kami mengunjungi Desa Kambatatana untuk melihat 4 (empat) usaha binaan Bank NTT yakni Rumah Tenun Tirta Hamuli Panggolu, Usaha Tomat Kel.11, Rumah Tenun dan Wahana Air, dan Usaha Ternak Kambatatana Indah.

Foto bersama di depan Rumah Tenun Tirta Hamuli Panggolu

Menapaki Rumah Tenun Tirta Hamuli Panggolu, kami disuguhi Tarian Penopang Baru Panjang Kadingang dari Sanggar Tirta Hamuli Panggolu (Pergaulan Baik), sebelum memasuki rumah panggung yang terbuat dari kayu tersebut, kami dikenakan kain dan penutup kepala dari Tenun Sumba. Disambut oleh Pengelola Rumah Tenun Tirta Hamuli Panggolu, Katanga Teul. Ia pun memberikan penjelasan dan tahapan pembuatan Tenun Sumba Timur Berkualitas yang telah terpajang di berbagai galeri, pusat kerajinan, hotel bintang lima di dalam dan luar negeri. Berbagai tenun Sumba dengan corak berkualitas dipajang dengan cara digantung. Para penenun (para Perempuan Sumba, red) pun memperagakan cara dan tahapan menghasilkan sebuah tenun khas Sumba.

Katanga Teul lalu mengisahkan jalinan kerja sama dengan Bank NTT dan menyampaikan terima kasih. Ia juga mengatakan, saat mulai menjalin kerja sama, kini, Rumah Tenun Tirta Hamuli Panggolu telah menggunakan pembayaran digital dengan QRIS Bank NTT.

Wahana Air, Pemandian Desa dan Rumah Tenun Kambatatana dengan QRIS Bank NTT

Saya juga berkesempatan berbincang dengan Padu Ata Ndima, Perempuan Sumba yang telah menenun sejak kecil ini juga membeberkan tahapan pembuatan Tenun Sumba Timur. “Untuk menghasilkan sebuah tenun bagus butuh waktu hingga 6 (enam) bulan,” urai Mama Darman sapaan akrabnya.

Kemasan Usaha Tomat Kel.11 di Desa Kambatatana

Mama Darman dan Katanga Teul lah yang fasih menggunakan smartphone guna memaksimalkan penggunaan Lopo Dia Bisa dan QRIS Bank NTT. Serupa penggunaan QRIS juga dipakai oleh Usaha Tomat Kel.11 dari Petrus Ngorodi. Saat meninjau lahan Usaha Tomat yang sekali panen dapat meraup penghasilan sekitar 50 juta rupiah, Juri Festival Desa Binaan Bank NTT dan Kadiv Pemasaran Kredit Mikro Kecil dan Konsumer, Johannis Tadoe; disuguhi jus tomat, lalu membeli 10 kilogram tomat budidaya mereka menggunakan QRIS Bank NTT.

Foto oleh roni banase + ian mesakh

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *