CIRMA Entaskan Ratusan “WC Terbang” di Kabupaten Kupang Nusa Tenggara Timur
- account_circle Roni Banase
- calendar_month Ming, 16 Nov 2025
- visibility 191
- comment 0 komentar

![]()
Habituasi membuang hajat besar sembarangan kerap dilakukan oleh ratusan kepala keluarga di Desa Tanah Merah dan Oebelo di Kabupaten Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).
Kupang | Buang hajat besar sembarangan dapat menimbulkan banyak dampak negatif, baik untuk kesehatan maupun lingkungan seperti penyakit menular sebab kotoran manusia mengandung banyak bakteri, virus, dan parasit. Jika mencemari tanah atau air, ini bisa menyebabkan diare tifus, kolera, cacingan, hepatitis A, dan disentri.
Buang hajat besar sembarangan dapat mencemari sumber air sungai, sumur, dan mata air. Alhasil, air yang terkontaminasi ini kemudian digunakan untuk mandi, mencuci, atau minum sehingga memperbesar risiko penyakit.
Tak hanya itu, buang hajat besar sembarangan pun menyebabkan lingkungan menjadi kotor dan bau. Lingkungan menjadi tidak nyaman, jorok, dan menarik lalat. Lalat lalu membawa kuman ke makanan. Selain itu, merusak citra desa dimana lingkungan yang masih melakukan buang air besar sembarangan biasanya dianggap tertinggal dan tidak sehat, sehingga berpengaruh pada pariwisata dan pembangunan.
Habituasi ini kerap dilakukan oleh ratusan kepala keluarga di Desa Tanah Merah dan Oebelo di Kabupaten Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Habituasi ini telah dilakukan sejak tahun 2006 pasca-jajak pendapat atau eksodus warga eks Timor Leste yang memilih menjadi warga negara Indonesia. Mereka hidup di tempat penampungan (resettlement) tanpa tersedia kakus ataupun kamar mandi sehat.

Kakus darurat terbuat dari pelepah pohon lontar. Foto : korantimor
Menilik kondisi tersebut, maka Centrum Inisiatif Rakyat Mandiri (CIRMA) bekerja sama dengan SELAVIP CHILE, membangun 300 kakus sehat atau Healthy Latrines di Tanah Merah dan Oebelo. Program kemitraan yang menyasar keluarga miskin ini berlangsung sejak tahun 2020 hingga 2025.
Sebelumnya, CIRMA mencatat, terdapat sekitar 98 kepala keluarga (KK) tidak memiliki kakus sehat dan 78 KK hanya menggunakan kakus darurat yang terbuat dari bahan lokal (dinding dari pelepah gewang dan beratap daun gewang) dengan kondisi tidak layak pakai dan jauh dari standar kesehatan. Sementara 20 KK tidak memiliki kakus sehat.
Direktur CIRMA, John Mangu Ladjar kepada media ini mengungkapkan kondisi sebagian besar kakus warga resettlement dalam kondisi rusak parah, dinding kakus terbuat dari bebak (pelepah pohon lontar) mulai runtuh terurai dengan lubang mengaga lebar, tanpa atap, lubang kakus bahkan pecah-pecah, bahkan sebagian kakus hanya ditutupi sehelai kain yang mana ternak seperti babi dan anjing serta ayam dapat leluasa masuk keluar.
“CIRMA melalui karya-karya kecil dan sederhana mengharapkan dampak besar dan jangka panjang sesuai spirit SDGs khususnya SDGs ke-6 yakni memastikan ketersediaan dan keberlanjutan ketersediaan air dan sanitasi bagi semua,” tekannya.

Kakus sehat, program kemitraan CIRMA dan SELAVIP CHILE. Foto : tim CIRMA
CIRMA, tandas John Ladjar, bermitra dengan SELAVIP CHILE telah mengembangkan program kemitraan kakus sehat sejak tahun 2019 hingga 2025 dan telah membangun 300 kakus sehat untuk rumah tangga miskin di Kabupaten Kupang.
Vicente Pinto, salah satu warga masyarakat dusun IV, dan merupakan penerima bantuan kakus sehat, mengungkapkan bahwa sebelum ada bantuan, mereka terbiasa buang hajat besar di alam (hutan). Ada pula warga dengan polosnya menyampaikan habituasi buang hajat besar di kantong plastik lalu dibuang. Habituasi ini dikenal dengan istilah ‘WC terbang’.
‘WC terbang’ istilah buang air besar di kantong plastik, lalu dibuang atau dilemparkan ke sembarang tempat, termasuk ke jalan raya ketika kendaraan melintas. Diungkapkan warga bahwa tindakan itu sebagai bentuk protes warga terhadap pemerintah yang kurang memperhatikan kondisi mereka.(*)
- Penulis: Roni Banase











Saat ini belum ada komentar