Berdasarkan ST2023, terdapat sebanyak 370 ribu petani milenial atau 41,9 persen dari total petani di NTT. Yang menggunakan teknologi sebanyak 196 ribu orang atau 52,9 persen dari total petani milenial yang ada.
Timor | Petani milenial dan urban farming termasuk karakteristik data yang baru disajikan dari Sensus Pertanian 2023 (ST2023). Petani milenial berusia 19–39 tahun, dan atau petani yang adaptif terhadap teknologi digital. Teknologi digital mencakup penggunaan alat dan mesin pertanian (alsintan) modern, penggunaan internet/telepon pintar/teknologi informasi, penggunaan drone, dan/atau penggunaan kecerdasan buatan.
Penerapan teknologi pertanian dapat meringankan pekerjaan petani dan meningkatkan produksi pertanian secara signifikan.
Berdasarkan ST2023, terdapat sebanyak 370 ribu petani milenial atau 41,9 persen dari total petani di NTT. Yang menggunakan teknologi sebanyak 196 ribu orang atau 52,9 persen dari total petani milenial yang ada.
Sementara itu jumlah petani milenial terbanyak berada di Kabupaten Manggarai Barat sekitar 35 ribu petani dan yang paling sedikit di Kota Kupang sekitar tiga ribu petani.
Urban farming menjadi alternatif usaha pertanian di perkotaan seiring semakin sempitnya lahan pertanian. Permintaan produk pertanian yang tinggi tanpa diikuti dengan ketersediaan produk yang cukup dapat menyebabkan inflasi. Oleh karena itu, pemerintah perlu mendukung urban farming di perkotaan dengan aturan atau insentif agar semakin banyak petani milenial yang dapat terlibat.
Menilik kondisi tersebut, maka CIRMA (Centrum Inisiatif Rakyat Mandiri) sejak awal berdiri telah menempatkan dirinya sebagai aktor masyarakat sipil yang konsisten mendorong transformasi ekonomi lokal yang berakar pada keadilan iklim, ketahanan komunitas, dan penguatan kapasitas petani kecil.
Upaya-upaya yang dijalankan CIRMA di Timor Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT), merepresentasikan wujud nyata dari praktik ekonomi hijau berbasis komunitas, atau yang dapat disebut sebagai community-driven green economy.
Direktur CIRMA, Jhon Mangu Ladjar, menyampaikan bahwa pihaknya berkolaborasi dengan BMKG sejak Januari 2025, sebagai mitra strategis membangun capacity building bagi staf dan petani-petani kecil di 30 desa Timor Barat.
CIRMA, tekan Jhon, mendorong proses replikasi para petani milenial, mengkreasikan dan menciptakan para petani milenial baru dari daerah binaan para staf. Layaknya, Jenete To’kuan, petani milenial binaan CIRMA dari Bisuaf, Dusun 03 Desa Noinbila Kecamatan Mollo Selatan, Timor Tengah Selatan (TTS).
“Jenete sudah di level mapan, dia telah berproses lewat beberapa NGO sebelumnya hingga sampai di titik saat ini, bersama CIRMA,” ungkap Jhon Ladjar.
CIRMA, beber Jhon, mendorong terciptanya local pioner petani milenial yang bisa menjadi contoh, namun memiliki daya dorong kuat (big pusher) untuk mereplikasi berlipat menciptakan jennete baru di setiap desa binaan.
“Pada desa binaan CIRMA di Belu, terdapat petani milenial, Markus di Manleten yang masih berada di level rintisan dan saat ini intensif didampingi, DfP Belu, Karlani,” tandas John Ladjar.
Penulis (+roni banase)