Media Asing Kritik Rencana Soeharto Dapat Gelar Pahlawan Nasional
- account_circle melihatindonesia
- calendar_month Sab, 8 Nov 2025
- visibility 193
- comment 0 komentar

Langkah tersebut segera menimbulkan perdebatan publik. Gerakan Masyarakat Sipil Adili Soeharto bahkan meluncurkan petisi penolakan yang telah ditandatangani lebih dari 13.000 orang.
Jakarta | Rencana pemerintah Indonesia untuk memberikan gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden kedua RI, Soeharto, memicu sorotan tajam dari berbagai media asing.
Pemberitaan dari Singapura, Malaysia, hingga internasional menyoroti penolakan keras yang datang dari aktivis hak asasi manusia (HAM) dan masyarakat sipil dalam negeri.
Wacana ini awalnya muncul dari proses kajian pemerintah yang dipimpin oleh Menteri Kebudayaan Fadli Zon selaku Ketua Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan (GTK).
Namun, langkah tersebut segera menimbulkan perdebatan publik. Gerakan Masyarakat Sipil Adili Soeharto bahkan meluncurkan petisi penolakan yang telah ditandatangani lebih dari 13.000 orang.
Menanggapi kritik tersebut, Fadli Zon menyatakan bahwa penolakan publik dianggap sebagai masukan. “Ya, saya kira itu sebagai masukan ya, tetapi kami melihat jasa-jasanya yang luar biasa,” ujarnya dikutip dari Antara.
Media internasional pun ikut menyoroti kontroversi ini. The Straits Times dari Singapura menurunkan artikel berjudul “National hero proposal for Indonesia’s ex-president Suharto sparks backlash.”
Media tersebut menyebut pengusulan itu sebagai bentuk “pengkhianatan terhadap korban dan nilai-nilai demokrasi.”
Surat terbuka dari sekitar 500 aktivis dan akademisi kepada Presiden Prabowo Subianto juga disorot, yang mendesak agar proses pengusulan dihentikan.
Sementara itu, The Sun Malaysia dalam laporannya menyoroti keberatan keras dari kelompok HAM yang menilai rezim Soeharto diwarnai korupsi besar-besaran dan pelanggaran HAM sistematis selama 32 tahun masa kepemimpinannya.
Tak ketinggalan, Channel News Asia (CNA) menulis bahwa usulan tersebut muncul dari aspirasi publik, namun menimbulkan gelombang penolakan dari berbagai pihak, termasuk Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS).
CNA juga mencatat bahwa meski ada protes, sebagian ahli menilai Soeharto memenuhi syarat administratif untuk dianugerahi gelar tersebut.
Pemerintah menyatakan proses peninjauan masih berlangsung dan seluruh masukan masyarakat akan menjadi bahan pertimbangan sebelum keputusan final diumumkan pada 10 November, bertepatan dengan peringatan Hari Pahlawan Nasional.(*)
- Penulis: melihatindonesia
- Editor: Roni Banase











Saat ini belum ada komentar