Kelompok Tani Binaan CIRMA Sulam Impian di Batas RI-Timor Leste
- account_circle Roni Banase
- calendar_month Ming, 9 Nov 2025
- visibility 212
- comment 0 komentar

Sefri menangis meronta-ronta meski telah diredam, namun anak berusia lima tahun yang hidup di lahan lokasi semburan panas bumi Napan, perbatasan Republik Indonesia – Timor Leste itu tak mengindahkan upaya bujukan mamanya. Ia tetap bersikukuh seraya memaksa dalam rintihan dan tangisan agar sayur pakcoy kesayangannya dikembalikan seperti semula di bedeng bertanah liat putih tak menyerap air itu.
Bocah itu merasa sangat kehilangan sayur pakcoy organik kesayangannya, saat melihat tanaman hortikultura yang ia rawat, siram, hingga tumbuh subur menghijau di tengah gersangnya alam dan semburan lumpur panas bumi itu harus berpisah dengannya.
Ia tak rela harus berpisah dengan sayur pakcoy organik berwarna hijau merona itu yang dapat hidup subur pada tanah liat putih yang cenderung padat dengan drainase buruk membuat air sulit meresap, yang bisa menyebabkan akar tanaman membusuk.
Tanah liat putih yang bagi kebanyakan masyarakat Timor Tengah Utara (TTU) yang hidup berdampingan dengan warga negara Timor Leste yang sebelumnya menjadi saudara mereka pra jajak pendapat Agustus 1999 hingga Referendum PBB; itu tak dapat diolah sebagai lahan pertanian, namun tak demikian bagi warga eks Timor Timur yang kini telah hidup 26 tahun lamanya berbaur bersamanya saudara mereka hingga melihat dengan bangga Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Napan berdiri dengan megah bersebelahan dengan ladang pertanian mereka.
Dua puluhan petani (70 persen eks Timor Timur dan 30 persen penduduk lokal Napan, Timor Tengah Utara) itu kini dapat tersenyum sembari melihat tanaman hortikultura seperti mentimun, seledri, daun bawang, pakcoy, buncis, tumbuh subur dan menghijau di bedeng olahan binaan Cirma.
Sebelumnya, mereka pasrah akan kondisi alam ekstrem yang mustahil mereka kelola menjadi lahan pertanian hortikultura. Keseharian cuma mengandalkan hasil kebun rutin tahunan seperti jagung dan ubi kayu. Jika ingin menyantap sayur, maka harus menunggu penjual sayur keliling datang tiga seminggu, itu pun dengan harga mencekik.
Namun, asa itu terlecut usai dibimbing dan dibina oleh Centrum Inisiatif Rakyat Mandiri (CIRMA). Melalui pembinaan dan pendampingan dari para relawan atau district focal point (DFC) CIRMA, rela menetap (live in) di rumah para petani dan melihat langsung aktivitas mereka mulai dari proses pembuatan bedeng, membuat pupuk organik hingga penyemaian bibit hortikultura.

Personil CIRMA, Echa saat melakukan monev di Kelompok Tani Pot Ana. Foto : Roni Banase
Proses itu bagian dari visi CIRMA mengentaskan para petani miskin dan miskin ekstrem di Timor Barat.
Kelompok Tani Pot Ana, Desa Napan, Kecamatan Bikomi Utara, Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) telah menerapkan pertanian cerdas iklim berbasis organik hingga menjual sayuran ke warga perbatasan Timor Leste.
Poktan Pot Ana dibentuk dan dibina oleh CIRMA telah berjalan empat bulan. Lokasinya berdampingan di PLBN Napan, perbatasan RI—Timor. Pot Ana bermakna lumpur panas kecil.
Mereka menerapkan iuran berjalan 15 ribu rupiah per orang per minggu. Digunakan untuk berbagai kebutuhan kelompok tani seperti pulsa listrik hingga pembelian bibit hortikultura.
Pada lahan kepunyaan Yuliana Abi itu, mereka saling membagi peran dan tugas. Dari satu bedeng panjang, mereka memperoleh hasil 700 ribu rupiah per sekali panen. Nilai rupiah itu sangat bermanfaat bagi mereka, dipakai untuk menabung, membiayai pendidikan anak sekolah hingga dipakai kembali untuk menghasilkan hortikultura lagi.
Sebelumnya, mereka hanya melakukan rutinitas yang kebanyakan dilakukan masyarakat setempat, bertengger dekat perapian saat musim dingin menusuk rusuk hingga memandang hamparan ladang gersang.
Namun kini, mereka dapat menyulam impian menjadi aktivitas bertani saat matahari pagi menyeruak dari ufuk timur. Mereka kembali merawat dan menyiram tanaman hortikultura dengan air yang bersumber dari embung menggunakan pompa air bantuan dari CIRMA.(*)
- Penulis: Roni Banase











Saat ini belum ada komentar