Megawati Ungkap Fakta Soeharto Tolak Pemakaman Bung Karno di TMP Kalibata
- account_circle melihatindonesia
- calendar_month Ming, 2 Nov 2025
- visibility 132
- comment 0 komentar

Kini, setelah lebih dari lima dekade, Megawati bersyukur makam Bung Karno di Blitar justru menjadi salah satu situs paling ramai dikunjungi oleh masyarakat, pelajar, dan tamu dari berbagai negara.
Jakarta | Presiden ke-5 Republik Indonesia, Megawati Soekarnoputri, mengenang masa-masa penuh duka ketika keluarga berjuang agar ayahnya, Presiden pertama RI Soekarno, dimakamkan secara layak setelah wafat pada tahun 1970.
Ia bercerita, keluarga sempat mengajukan permohonan kepada pemerintah Orde Baru agar Bung Karno dimakamkan di Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata, namun permintaan itu ditolak oleh Presiden Soeharto yang saat itu berkuasa.
Megawati menyebut, perjuangan keluarga hanya untuk mengurus tempat pemakaman sang proklamator tidaklah mudah.
“Hanya untuk dimakamkan saja susahnya bukan main,” ujar Megawati dalam seminar internasional peringatan 70 tahun Konferensi Asia-Afrika (KAA) di Blitar, Jawa Timur, Sabtu, 1 November 2025.
Ia menuturkan bahwa karena penolakan itu, akhirnya Bung Karno dimakamkan di Blitar, bukan di TMP seperti kebanyakan pahlawan nasional.
Lokasi makam di Blitar tersebut awalnya merupakan taman pahlawan bagi para prajurit Pembela Tanah Air (PETA) yang gugur melawan penjajah.
Tempat yang dulunya kecil dan kurang terpelihara itu kini menjadi lokasi peristirahatan terakhir sang proklamator.
Megawati menjelaskan bahwa keputusan Presiden Soeharto menolak pemakaman ayahnya di TMP Kalibata memiliki makna simbolik tersendiri bagi keluarga Soekarno.
Ia menilai keputusan itu mencerminkan tekanan politik masa Orde Baru yang saat itu berupaya menghapus pengaruh dan warisan Bung Karno.
Meski begitu, Megawati justru menganggap keputusan tersebut sebagai simbol perjuangan yang menguatkan dirinya untuk terus melanjutkan semangat dan pemikiran ayahnya.
“Keputusan itu justru menjadi bagian dari perjuangan saya pribadi,” ujar Megawati.
Ia mengenang bagaimana Bung Karno selalu menanamkan pesan agar dirinya tetap berjuang menjaga warisan ideologi dan cita-cita kemerdekaan Indonesia.
“Sampai akhir hayatnya pun beliau menuntut saya untuk tetap berjuang bagi dirinya sendiri,” ucapnya.
Kini, setelah lebih dari lima dekade, Megawati bersyukur makam Bung Karno di Blitar justru menjadi salah satu situs paling ramai dikunjungi oleh masyarakat, pelajar, dan tamu dari berbagai negara.
Ia menyebut tempat itu kini lebih dikenal sebagai “Makam Proklamator Bung Karno” yang menjadi simbol nasionalisme dan semangat perjuangan bangsa.
“Alhamdulillah, tempat ini sekarang menjadi sangat populer. Banyak orang datang ke sini dari berbagai daerah dan negara,” katanya.
Pada kesempatan tersebut, Megawati juga mengajak para akademisi dan delegasi dari 30 negara untuk tidak hanya mengenang sejarah, tetapi juga meneguhkan kembali nilai-nilai kemerdekaan yang diwariskan Bung Karno.
Menurut Megawati, Konferensi Asia-Afrika yang digagas ayahnya bukan hanya peristiwa diplomatik, melainkan tonggak kebangkitan solidaritas bangsa-bangsa dunia ketiga. “Bukan sekadar mengenang sejarah, tapi untuk meneguhkan kembali arah peradaban yang diwariskan oleh proklamator kemerdekaan Indonesia,” tegasnya.
Peringatan 70 tahun KAA di Blitar tersebut diawali dengan ziarah ke Makam Bung Karno oleh para delegasi dari 30 negara.
Mereka memberikan penghormatan kepada tokoh besar yang pada tahun 1955 menggagas gerakan solidaritas Asia-Afrika di Bandung, yang kelak menjadi dasar lahirnya Gerakan Non-Blok.(*)
- Penulis: melihatindonesia
- Editor: Roni Banase











Saat ini belum ada komentar