Komisi XII DPR-RI berkomitmen mendorong pengembangan energi baru terbarukan (EBT) yang ramah lingkungan. Hal ini sejalan dengan target Indonesia untuk menekan emisi hingga 32% pada tahun 2029.
Kupang | Komisi XII DPR-RI melakukan kunjungan kerja di Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Oelpuah, Kupang, pada Senin, 11 Agustus 2025. Kunjungan ini bertujuan mendukung percepatan pengembangan pembangkit listrik energi baru terbarukan (EBT) di Nusa Tenggara Timur.
Tim Komisi XII DPR-RI yang dipimpin oleh Sugeng Suparwoto, Wakil Ketua bidang Energi, Sumber Daya Mineral, Lingkungan Hidup, dan Investasi, terdiri dari 12 anggota dari berbagai fraksi, serta didampingi oleh staf dari Sekretariat DPR-RI, Tenaga Ahli, dan wartawan Parlemen TV.
Sugeng Suparwoto menyatakan bahwa energi terbarukan bukan lagi sekadar pilihan, melainkan sebuah keharusan. Ia menyoroti potensi besar PLTS, meskipun masih memiliki tantangan intermitensi karena tidak beroperasi 24 jam. Namun, Sugeng optimis bahwa masalah ini dapat teratasi dengan adanya pabrik baterai yang baru diresmikan oleh Presiden Prabowo di Karawang. Pabrik ini akan memproduksi baterai EV untuk kendaraan listrik dan baterai energy storage system (BESS) untuk mendukung PLTS agar bisa beroperasi sepanjang hari dan menjadi base load.
“Indonesia akan menjadi pusat baterai dunia karena memiliki 42% cadangan nikel terbesar di dunia, sementara nikel adalah bahan baku utama baterai karena 76 % ,” ujarnya.
Komisi XII DPR-RI berkomitmen mendorong pengembangan EBT yang ramah lingkungan. Hal ini sejalan dengan target Indonesia untuk menekan emisi hingga 32% pada tahun 2029 dan memenuhi kebutuhan listrik masyarakat yang terus meningkat.
General Manager PLN UIW NTT, Fransiskus Eko Sulistyono, memaparkan kondisi kelistrikan saat ini dengan menjelaskan bahwa kelistrikan di NTT terbagi menjadi tiga sistem utama yakni sistem Timor, sistem Flores, dan sistem Sumba dan beberapa sistem isolatet kecil seperti, Sabu, Rote ,Alor dan lain-lain.

Sistem Timor: memiliki daya mampu (DM) 186 MW dengan beban puncak 125 MW. Cadangan daya akan semakin besar dengan penambahan 50 MW.
Sistem Flores: daya mampu 119 MW dengan beban puncak 99 MW.
Sistem Sumba: didominasi oleh Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD), sehingga ketersediaan dayanya terbatas.
Total daya EBT di NTT saat ini adalah 46,20 MW, bauran energi tahun 2024 adalah 9,5% . Menurut Eko, peluang pengembangan EBT, khususnya PLTS, terbesar berada di Pulau Sumba.
Anggota Komisi XII DPR-RI, Dr. Ramson Siagian, menambahkan bahwa potensi pergeseran dari energi fosil ke EBT, terutama panas bumi dan surya, di NTT sangat besar. Ia menegaskan komitmen Komisi XII untuk mendukung pemenuhan kebutuhan listrik yang bersih dan ramah lingkungan bagi seluruh masyarakat NTT.
Kunjungan ini dihadiri oleh berbagai pihak penting, termasuk perwakilan dari Dirjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Direktur Utama PT PLN Energi Primer Indonesia (EPI), serta jajaran manajemen dari beberapa perusahaan energi terkemuka.
Kebutuhan listrik adalah kebutuhan pokok yang harus dinikmati oleh seluruh masyarakat. Oleh karena itu, pengembangan EBT sebagai sumber energi bersih dan ramah lingkungan menjadi prioritas untuk mencapai swasembada energi.(*)
Sumber (*/tim PLN UIW NTT)