Breaking News
light_mode
Trending Tags
Beranda » Opini » Ketika Para Penulis Belajar “Kudeta” Gaya Politisi

Ketika Para Penulis Belajar “Kudeta” Gaya Politisi

  • account_circle Penulis
  • calendar_month Ming, 1 Agu 2021
  • visibility 42
  • comment 0 komentar

Loading

Oleh : Denny Januar Ali

RA Kartini sudah menulis sebelum tahun 1911. Di tahun itu, kumpulan suratnya diterbitkan menjadi buku “Habis Gelap Terbitlah Terang.” Bung Karno sudah menulis di tahun 1917—1925. Tulisannya di era ini kemudian dibukukan dengan judul “Di bawah Bendera Revolusi.”

Para penulis sudah hadir di Indonesia sejak tahun 1911, 1917, seratus sepuluh tahun lalu. Indonesia pun sudah merdeka sejak tahun 1945, 76 tahun lalu. Pertanyaannya, mengapa tak kunjung hadir asosiasi penulis yang bertahan sejak lama di Indonesia?

Bukankah sudah hadir asosiasi kedokteran (IDI, berdiri tahun 1950)? Sudah lebih 70 tahun, asosiasi kedokteran tetap hadir hingga sekarang. Bukankah juga sudah hadir asosiasi arsitek indonesia (IAI, lahir tahun 1959)? Asosiasi arsitek ini juga hadir dan bertahan hingga sekarang, 62 tahun sudah.

Tapi mengapa tak ada asosiasi penulis yang hadir setua IDI atau IAI di atas?

Gus Dur pernah menyatakan. “Mengurus seniman lebih susah ketimbang mengurus negara.” Apakah karena penulis juga orang seperti seniman, susah diurus, sehingga susah membuat mereka berada dalam satu asosiasi dalam waktu yang lama?

Kritik Gus Dur tentu tak berlaku untuk penulis di luar negeri. Di Amerika Serikat, sudah berdiri dan masih berdiri asosiasi penulis bernama: The Author’s Guild.”

Organisasi ini sudah berdiri sejak 1912. Ia bertahan sudah lebih dari 100 tahun. Yang menjadi anggota antara lain mereka yang pernah menerima hadiah Nobel, Pulitzer dan National Book Awards.

Tapi untuk penulis Indonesia, bisa saja kritik Gus Dur itu berlaku.

Imajinasi inilah yang muncul ketika di akhir Juli 2021 saya menerima dua undangan/ pemberitahuan. Ini undangan dari asosiasi penulis yang sama. Bedanya: yang satu dibuat oleh para anggota yang mengklaim mendapat mandat 25 persen anggota. Mereka menamakan diri “Kelompok Peduli.”

Satu lagi dari Ketua Umum resmi asosiasi itu. Juga berupa undangan dan pemberitahuan. Bahwa undangan kelompok penulis lain itu tidak sah. Ketua umum menjelaskan yang sah adalah Rapat Umum Anggota yang jadwalnya berbeda

Saya sengaja tak menyebut nama orang dan nama organisasi. Karena yang penting adalah Lesson to Learn. Saya menghindari keinginan menghakimi pihak mana pun, dalam esai ini. Kepada rekan yang memberi undangan mewakili “Kelompok Peduli,” saya kirimkan surat dari ketua umum resmi. Tanya saya, “mohon info. Ini saya terima surat resmi dari ketua umum resmi menyatakan “Rapat Luar Biasa Anggota” tidak sah.

Jawaban rekan itu: “Tim hukum kami menyatakan sah pak.”  Sementara pihak ketua umum juga punya tim hukum yang membela posisi ketua umum.

“Wah,” ujar saya dalam hati. Dua pandangan yang bertolak belakang masing-masing didukung ahli hukumnya.

Pendidikan S2 dan S3 saya memang ilmu politik dan public policy. Tapi S1 saya di bidang hukum, FHUI. Saya teringat tahun 1982, di semester pertama ketika belajar Pengantar Ilmu Hukum. Guru itu menyitir kutipan yang saya ingat hingga sekarang.

Ujarnya, “Jika dua ahli hukum berdebat, maka akan ada tiga pendapat.”

Itu yang saya temui di asosiasi penulis ini. Ada dua ahli hukum. Tapi keduanya mendukung pendirian hukum dua posisi yang sangat berlawanan. Inikah sebabnya Indonesia tak mampu menghadirkan asosiasi penulis yang bertahan lama?

Di tahun enam puluhan, kita memiliki organisasi penulis yang gegap gempita. Namun mereka dibelah oleh pandangan yang sangat ideologis. Hadir tiga kumpulan penulis sekaligus saat itu. Ada Lekra. Ada Manikebu. Ada Lembaga Kebudayaan Nasional.

Lekta untuk penulis berhaluan kiri. Pendirinya adalah tokoh komunis Aidit dan Nyoto. Anggota yang populer di sana: Pramudya Ananta Toer.

Manikebu bagi penulis yang menganut paham humanisme universal. Yang populer di kelompok ini  HB Jassin dan Wiratmo Soekito.

Satu lagi: Lembaga Kebudayaan Rakyat. Ini haluan nasionalis, yang berdiri di belakang Bung Karno. Penulis yang menonjol dalam kelompok ini: Sitor Simorang.

Baik Lekra dan Lembaga Kebudayaan Nasional sangat anti-Manikebu. Inilah era penulis berpolitik, bahkan menjadi alat pertarungan politik. Konflik antara penulis bahkan lebih seru ketimbang konflik politisinya. Jika politisi main kekerasan pula, tapi penulis ini kekerasannya lewat kata. Nafsu saling memukulnya tak kalah garang.

Kini, ketiga organisasi itu sudah sirna. Tapi paham yang diyakini terus hidup dengan aneka modifikasi sesuai zaman baru.

Sudah bagus di tahun 2017 ini berdiri asosiasi penulis. Kesan awal segala hal baik- baik saja. Semua ingin memperjuangkan nasib penulis. Inilah era di mana revolusi informasi semakin membelah dunia penulis. Yang berhasil bersinergi dengan industri film dan TV,  sang penulis menjadi triliuner. Sedangkan mayoritas penulis justru kehilangan nilai ekonomis karyanya. Semakin jarang orang membeli buku jika buku itu, Ia bisa dapatkan gratis di internet. Atau substitusi buku itu, bahkan dalam bentuk audio visual bisa ia peroleh gratis di media sosial.

Sungguh para penulis mempunyai niat luhur berhimpun dalam asosiasi untuk memperjuangkan nasib mereka. Bersama mereka ingin mengubah situasi. Tes pertama datang pada para penulis ini. Bagaimana dirimu berhasil mengubah public policy pemerintahan untuk mengubah ekosistem penulis, jika mengurus asosiasimu saja terpecah?

Bagaimana dirimu bisa berhasil meyakinkan pihak luar jika meyakinkan sesama penulis untuk mencari titik temu saja tak bisa?

Yang satu ingin kongres tanggal 1 Agustus. Yang satu ingin kongres tanggal 15 Agustus. Hanya berbeda 2 minggu!

Mengapa 2 minggu saja tak bisa dikompromikan? Apakah dengan 2 minggu itu, misalnya, separuh masalah Covid-19 akan selesai, sehingga seolah ini masalah hidup dan mati?

Apakah dengan 2 minggu itu; ekonomi Indonesia akan baik kembali ke kelas menengah atas sehingga 2 minggu ini vital?

Apakah dunia penulis akan sangat berbeda jika dilaksanakan tanggal 1 Agustus dibanding tanggal 15 Agustus, di tahun yang sama, misalnya?

Seorang teman berceloteh. “Sebagian penulis kita ini sudah berilusi menjadi politisi. Bukan kompromi yang mereka cari untuk kepentingan anggota. Tapi kehendak berkuasanya berlebihan.“

Sebagian lagu menggumam: “Ini sebagian penulis kita berimajinasi menjadi militer model khadafi. Ingin menjajal rasanya mengkudeta pengurus resmi.”

Ada banyak komentar. Tapi dalam hati yang hening; seorang penulis akan bertanya, seperti judul film Asrul Sani di tahun 1969: “Apa yang Kau Cari Palupi?”

“Moral apa yang ingin kau kesankan sehingga memilih memecah asosiasi penulis menjadi dua?” (*)

Juli 2021

Penulis merupakan konsultan politik dan tokoh media sosial.

Foto utama oleh epigram.or.id

  • Penulis: Penulis

Rekomendasi Untuk Anda

  • Kiprah Rozali Hussein Membangun Yayasan Tanaoba Lais Manekat dan TLM Grup

    Kiprah Rozali Hussein Membangun Yayasan Tanaoba Lais Manekat dan TLM Grup

    • calendar_month Jum, 6 Des 2019
    • account_circle Penulis
    • visibility 49
    • 0Komentar

    Loading

    Kupang-NTT, Garda Indonesia | Pada 6 Desember 2019, Yayasan Tanaoba Lais Manekat (TLM) genap berusia 25 tahun. Sebagai lembaga dari Sinode Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT), Yayasan TLM melahirkan TLM Grup yang terdiri dari Bank Perkreditan Rakyat (BPR) TLM, Koperasi Serba Usaha (KSU) Talenta, Koperasi Simpan Pinjam (KSP) TLM, dan Koperasi Konsumen TLM. Para […]

  • ‘Yellow Clinic’ Partai Golkar Belu Sedia 1.000 Dosis Vaksin

    ‘Yellow Clinic’ Partai Golkar Belu Sedia 1.000 Dosis Vaksin

    • calendar_month Rab, 1 Sep 2021
    • account_circle Penulis
    • visibility 35
    • 0Komentar

    Loading

    Belu–NTT, Garda Indonesia | Partai Golkar  mendukung pemerintah dalam menyukseskan percepatan vaksinasi Covid-19, dan turut berpartisipasi dengan menyediakan 1.000 dosis vaksin bagi masyarakat Kabupaten Belu, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Bupati Belu, dr. Agustinus Taolin, Sp.PD – KGEH, FINASIM didampingi Wakil Bupati, Drs. Aloysius Haleserens, M.M bersama ketua DPD II Golkar, Yohanes Jefry Nahak, ketua […]

  • Nasihat Kapolri ke Taruna Akpol: Jangan Lupa Kata Tolong, Maaf, Terima Kasih

    Nasihat Kapolri ke Taruna Akpol: Jangan Lupa Kata Tolong, Maaf, Terima Kasih

    • calendar_month Sel, 7 Jul 2020
    • account_circle Penulis
    • visibility 55
    • 0Komentar

    Loading

    Jakarta, Garda Indonesia | Kapolri Jenderal Pol Idham Azis saat menghadiri wisuda taruna dan taruni Akademi Kepolisian (Akpol) pada 3 Juli 2020; mengingatkan meski lulus dengan pangkat perwira, namun harus tetap menghormati para senior dan anggotanya. Idham memberikan tiga ilmu agar para perwira muda lulusan taruna Akpol itu tidak salah dalam bersikap saat ditugaskan nanti. […]

  • Imbauan Wali Kota Kupang Terkait Cuaca Ekstrem Periode 4—7 Januari 2020

    Imbauan Wali Kota Kupang Terkait Cuaca Ekstrem Periode 4—7 Januari 2020

    • calendar_month Jum, 3 Jan 2020
    • account_circle Penulis
    • visibility 63
    • 0Komentar

    Loading

    Kota Kupang, Garda Indonesia | Wali Kota Kupang, Jefry Riwu Kore dalam rilisnya bernomor 01/PKP.019/I/2020 tertanggal 3 Januari 2020 menyampaikan imbauan terkait potensi cuaca ekstrem di wilayah Kota Kupang dan sekitarnya yang didasarkan atas informasi BMKG tentang ‘Waspada Potensi Cuaca Ekstrem Sepekan ke Depan’. Berdasarkan hasil pantauan BMKG masih terdapat indikasi peningkatan potensi cuaca ekstrem […]

  • Pandemi, ‘Omnibus Law’ & Pilkada, Mewarnai 3 Tahun IMO-Indonesia

    Pandemi, ‘Omnibus Law’ & Pilkada, Mewarnai 3 Tahun IMO-Indonesia

    • calendar_month Sel, 27 Okt 2020
    • account_circle Penulis
    • visibility 41
    • 0Komentar

    Loading

    Jakarta, Garda Indonesia | Sejak berdiri pada tahun 2017, Ikatan Media Online Indonesia (IMO-Indonesia) terus melakukan konsolidasi untuk dapat membentuk kepengurusan di 34 Provinsi, dan tidak hanya kepengurusan di wilayah IMO-Indonesia juga tengah mendorong agar kiranya dapat terbentuk di 514 kabupaten kota secara nasional Karenanya, kepengurusan yang lengkap secara nasional akan lebih mengoptimalkan peran serta […]

  • “GELEGAR MAKSI” PLN Mobile, Ratusan Juta Rupiah Untuk Pelanggan

    “GELEGAR MAKSI” PLN Mobile, Ratusan Juta Rupiah Untuk Pelanggan

    • calendar_month Sab, 10 Feb 2024
    • account_circle Penulis
    • visibility 32
    • 0Komentar

    Loading

    Jakarta, Garda Indonesia | Pada awal tahun 2024, PT PLN (Persero) menghelat program “Gelegar Maksi” (maksimalkan transaksi) yang diperuntukkan bagi seluruh pengguna PLN Mobile. Pada program kali ini, pengguna yang aktif bertransaksi di PLN Mobile, berkesempatan untuk mendapatkan hadiah ratusan juta rupiah. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, Gelegar Maksi PLN Mobile 2024 merupakan program […]

expand_less