Perpol Polisi di Jabatan Sipil Itu Bentuk Pembangkangan Konstitusi
- account_circle Penulis
- calendar_month 14 jam yang lalu
- visibility 103
- comment 0 komentar

![]()
Mahfud menyatakan sebagai ahli hukum dirinya memiliki kewajiban moral dan akademik untuk meluruskan aturan yang dinilai menyimpang.
Makassar | Pakar Hukum Tata Negara Mahfud MD menilai Peraturan Polri (Perpol) Nomor 10 Tahun 2025 bertentangan dengan konstitusi. Perpol tersebut mengatur penempatan anggota Polri aktif pada jabatan sipil di 17 kementerian dan lembaga pemerintah.
Mahfud menyatakan dirinya sebagai pihak pertama yang secara terbuka menyebut Perpol 10/2025 bermasalah secara konstitusional.
Pernyataan itu disampaikan Mahfud saat berbicara di Universitas Hasanuddin, Makassar, Sulawesi Selatan, Selasa 16 Desember 2025.
Mahfud menyebut Perpol tersebut bukan sekadar keliru, tetapi merupakan bentuk pembangkangan terhadap konstitusi dan hukum. Ia menegaskan pandangannya disampaikan dalam kapasitas sebagai ahli hukum, bukan sebagai anggota lembaga atau komisi tertentu.
Mahfud menyatakan sebagai ahli hukum dirinya memiliki kewajiban moral dan akademik untuk meluruskan aturan yang dinilai menyimpang.
Menurut Mahfud, Perpol 10/2025 bertabrakan dengan sejumlah regulasi yang lebih tinggi. Aturan tersebut dinilai bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Selain itu, Perpol tersebut juga dinilai tidak sejalan dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 serta putusan Mahkamah Konstitusi.
Mahfud menegaskan pengaturan penempatan anggota Polri aktif di jabatan sipil tidak dapat dilakukan melalui peraturan internal kepolisian.
Menurutnya, jika ingin diatur, ketentuan tersebut harus dimuat dalam undang-undang.
Mahfud menyebut Presiden bahkan dapat menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang karena Perpu memiliki kedudukan setara undang-undang.
Perpol Nomor 10 Tahun 2025 mengatur penugasan anggota Polri di luar struktur organisasi Polri.
Pada aturan tersebut, polisi aktif diperbolehkan menduduki jabatan sipil, baik manajerial maupun nonmanajerial, di 17 kementerian dan lembaga.
Kebijakan ini menuai kritik karena dinilai berpotensi melanggar prinsip profesionalisme dan supremasi sipil.
Sejumlah pihak juga menilai aturan tersebut membuka ruang tafsir yang bertentangan dengan konstitusi.(*)
- Penulis: Penulis
- Sumber: melihatindonesia











Saat ini belum ada komentar