Breaking News
light_mode
Trending Tags
Beranda » Opini » “Holopis Kuntul Baris” : Identitas Bangsa yang Terlupakan

“Holopis Kuntul Baris” : Identitas Bangsa yang Terlupakan

  • account_circle Penulis
  • calendar_month Jum, 4 Jun 2021
  • visibility 3
  • comment 0 komentar

Oleh: Yucundianus Lepa, Advisor Menteri Desa PDTT

Ai, tidakkah orang sadar? Bahwa zonder (tanpa) toleransi, maka demokrasi akan karam. Oleh karena demokrasi itu sendiri adalah penjelmaan daripada toleransi. (Soekarno, 17 Agustus 1954). Perbedaan yang timbul, menurut Soekarno dapat merusak semangat gotong-royong yang telah menjadi budaya khas Indonesia.

Menjelang Pemilihan Umum pertama tahun 1955, Soekarno terus-menerus mengingatkan bangsa ini untuk terus menjaga toleransi. Pemilu sebagai implementasi demokrasi tidak boleh menjadi ajang yang menggerogoti gotong royong yang menjadi sendi kehidupan bangsa yang pluralis. Penegasan tersebut memiliki relevansi dengan kehidupan kita saat ini.

Pentingnya toleransi, demokrasi dan gotong-royong dalam kehidupan berbangsa, menjadikan Pancasila sebagai simpul pokok yang memberi arah pada tata nilai, tata laku dan tata sosial. Pancasila adalah filter, Ia menjadi parameter yang sahih dan tak berubah. Oleh karena itu, setiap perubahan yang dihadapi bangsa dan negara dalam hubungan dengan dinamika kehidupan faktual,  akan selalu membawa kita pada pertanyaan, apakah Pancasila masih tetap menjadi filter yang efektif dalam menuntun bangsa ini untuk memilah dan memilih, mengabaikan atau melestarikan, memisahkan atau memadukan setiap elemen perubahan pada titik singgung kehidupan yang terpintal dengan tingkat kerumitan yang semakin tinggi dan sulit terurai?

Banyak fakta menunjukkan bahwa kita semakin limbung bahkan tidak berdaya menghadapi gempuran sistem nilai dalam ekonomi, politik, bahkan ideologi. Azas kekeluargaan dalam ekonomi seolah tidak bermakna ketika diperhadapkan pada ketamakan individu dan kelompok yang dilembagakan melalui konglomerasi dan ranjau-ranjau oligarki. Panggung politik menjadi arena transaksi kekuasaan, dan mengabaikan demokrasi yang membingkai kehendak publik. Musyawarah-mufakat hanyalah himne kepada demokrasi tanpa perbedaan pendapat. Demokrasi mengkultuskan orang perorang dan memberangus kekritisan dan akal sehat.

Sama halnya dengan ideologi. Kita diperhadapkan dengan khilafah, gerakan populisme agama, radikalisme dan terorisme. Kenyamaman kehidupan sosial, menjadi sebuah kemewahan. Kesetaraan warga, terbentur dengan sikap arogan. Kemerdekaan individu, menjadi tidak mendapatkan tempat tumbuh. Demokrasi menjadi kendaraan untuk menyuburkan tindakan-tindakan anti-demokrasi dan ideologi radikal. membawa puritanisme agama yang mengubur toleransi.

Kebebasan berorganisasi diboncengi kelompok fundamentalis yang menjadikan agama sebagai topeng bagi gerakan terorisme. Demokrasi disusupi ideologi khilafah yang menumbuhkan sikap anti-Pancasila, anti-keberagaman dan anti-kemanusiaan.

Individualisme yang Meranggas

Penggerusan tata nilai, gesekan ideologi, yang kita hadapi sekarang akan terus beringas manakala hegemoni individualisme merangsek masuk dan diamini sebagai kehidupan wajar. Semakin kita rasakan bahwa di republik ini, semakin sulit kita temukan tradisi kuat yang menghormati pergaulan secara beradab dalam kehidupan bersama di muka umum antara orang yang tidak saling mengenal secara pribadi. Orang bisa peduli pada lingkungan kehidupannya tetapi sebatas rumah sendiri. Atau sebatas menyangkut keluarga sendiri, kerabat, teman sekerja, rekan seagama, sesuku atau himpunan partai politik. Para pejabat, konglomerat, hanya rajin merawat pribadi dan lingkungannya.

Seperti yang dilukiskan dengan sangat ironis oleh Ariel Hariyanto (Kompas, 11 Februari 2007) bahwa apa yang ada di luar ruang pribadi bukan urusan mereka. Di situ hanya ada hal yang serba menjengkelkan, bahkan mengancam. Di luar itu hanyalah kerumunan pengemis, pengamen, orang kafir, yang mengobral pornografi, debu, kuman flu burung, penggusuran, razia petugas negara, dan kemacetan lalu lintas. Untuk itu, rumah mereka harus dibangun pagar tinggi, dijaga satpam dan anjing galak.

Kokohnya individualisme mengakibatkan menyempitnya ruang perjumpaan antar warga. Kekerabatan dan persaudaraan tak pernah terbangun dan nilai-nilai luhur yang sudah ada tidak lagi dirawat bahkan tidak memiliki tempat tumbuh. Kehadiran teknologi bukan menjembatani interaksi antar-warga di tengah kusutnya ruang publik, tetapi menjadi medan penghujatan, penghinaan dalam absurditas identitas diri.

Carut-marut kehidupan sosial ini mengingatkan kita untuk kembali dan menggali jati diri bangsa Indonesia yang menjadi sumber-sumber nilai yang menjiwai ideologi, politik, ekonomi dan sosial budaya. Tanpa kita menggali lebih dalam nilai-nilai kebangsaan yang lebih hakiki, kita akan terseret oleh arus perubahan dengan aneka interpretasi pada ideologi negara berdasarkan kepentingan orang perorang atau kelompok.

Aktualisasi Gotong-Royong

Gotong Royong bagi Bung Karno adalah jati diri bangsa, nilai luhur dan paham dinamis yang menggambarkan satu usaha bersama, satu amal bersama, satu pekerjaan bersama dan satu karya bersama untuk tujuan bersama-sama. Dalam konteks ini, sebagai bangsa yang memiliki keragaman dalam hal beragama, budaya, suku, ras, juga perbedaan pandangan pada masalah politik dan kemampuan ekonomi. Maka, prinsip dasar gotong royong menjadi kunci pemersatu dalam mewujudkan keadilan sosial.

Dalam bentuknya yang paling sederhana, warga desa berkumpul untuk membersihkan lingkungan bersama. Atau saling membantu menjaga keamaman dan ketertiban dalam perayaan keagamaan yang dilakukan kelompok remaja antar agama. Dalam aktivitas sederhana ini tercipta rasa tanggung jawab individu dalam konteks kehidupan sosial, terbangun rasa saling menghormati, dan tercipta ruang perjumpaan antar warga untuk merajut komunikasi secara berkeadaban dengan suasana kekerabatan dan persaudaraan. Dalam Gotong royong ada ruang interaksi kewargaan, ada rasa senasib sepenanggungan, yang memungkinkan kebersamaan bisa dirajut dalam perbedaan. Banyak masalah sosial seperti intoleransi, timbul karena ruang interaksi antar warga tidak terbangun di wilayah publik.

Sangat membanggakan bahwa capaian NTT dalam menciptakan kerukunan, toleransi, dan kesetaraan melampaui capaian nasional. Berdasarkan laporan Indeks Kerukunan Umat Beragama (IKUB) pada tahun 2019, NTT berada di kategori tinggi sekitar 80,1 melampaui skor nasional.73,83 . Paling tidak capaian ini dikontribusi oleh tata kehidupan sosial yang masih merawat gotong royong dalam aktivitas kehidupan publik.  Tiga provinsi dengan capaian terbaik adalah Papua Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Bali dengan skor di atas 80 (Kompas, 2 Juni 2021).

Fakta ini menjadi bukti kuat bahwa Holopis Kultul Baris adalah Gelora tentang kebersamaan, toleransi, dan demokrasi yang harus terus dirayakan. Dan oleh karena itu Judi Latif mengingatkan kita bahwa Peringatan Hari Lahir Pancasila semestinya tak berhenti sekadar menangkap abunya, tetapi harus bisa menggali apinya. Menghayati visi dan misi negara berdasar Pancasila dan menjadikan Pancasila sebagai ”ideologi kerja”.

Dalam perspektif demikian, gotong royong seyogyanya ditempatkan sebagai warisan identitas bangsa yang dilestarikan. Demokrasi, toleransi dan gotong royong adalah nilai-nilai dasar itu yang inheren dengan keberadaan Bangsa dan Negara Indonesia. Gotong royong harus menjadi wadah bagi perjumpaan kita  secara personal dan sosial, secara lokal, nasional, dan global, dan, secara historis antara masa lalu, kini, dan yang akan datang.

Dengan gotong royong kita menjadikan Indonesia sebagai rumah bersama untuk mengembangkan kekuatan-kekuatan internal bangsa, ia solid dalam mengatasi kelemahan-kelemahan bangsa, jeli dalam memanfaatkan peluang-peluang eksternal, serta, tangguh dan progresif dalam menghadapi ancaman-ancaman dari luar. (Inosensius Sutam, Media Indonesia, 1 Juni 2021)

Idealisasi nilai-nilai kehidupan yang dijadikan dasar bagi kehidupan bangsa Indonesia yang maju dan modern tidak selalu berjalan mulus. Kesatuan dan persatuan bangsa dalam keanekaragaman suku, ras, budaya, etnis, tidak bebas dan rentan untuk digerogoti intoleransi dalam kehidupan keagamaan. Dan dalam konteks ini azas gotong royong harus menjadi penangkal individualisme, puritanisme, intoleransi,  yang menggerus nilai-nilai kehidupan sosial. Mari bersama kita gaungkan : Holopis Kuntul Baris untuk Indonesia maju dan sejahtera.(*)

Foto utama (*/istimewa-RT 05 Oeba)

  • Penulis: Penulis

Rekomendasi Untuk Anda

  • Amankan Listrik Saat Idul Fitri 1441 H, PLN Kerahkan 929 Personil

    Amankan Listrik Saat Idul Fitri 1441 H, PLN Kerahkan 929 Personil

    • calendar_month Ming, 24 Mei 2020
    • account_circle Penulis
    • visibility 2
    • 0Komentar

    Kupang-NTT, Garda Indonesia | PLN memperkirakan beban puncak kelistrikan pada libur Hari Raya Idul Fitri 1441 H ini tidak akan mengalami perubahan signifikan. Hal ini disebabkan adanya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang diberlakukan di sejumlah daerah dan pelarangan mudik oleh pemerintah. PLN memastikan pasokan listrik pada Idul Fitri 1441 H aman. Sebanyak 929 personil […]

  • Warga Respons “Pesta di Pulau Semau NTT” Ini Klarifikasi Panitia Penyelenggara

    Warga Respons “Pesta di Pulau Semau NTT” Ini Klarifikasi Panitia Penyelenggara

    • calendar_month Ming, 29 Agu 2021
    • account_circle Penulis
    • visibility 2
    • 0Komentar

    Kupang-NTT, Garda Indonesia | Pasca-perhelatan pengukuhan Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD) Kabupaten dan Kota Se-Provinsi NTT oleh Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat (VBL) pada Jumat, 27 Agustus 2021 di Desa Otan, Kecamatan Semau, Kabupaten Kupang dan dihelat sesi entertaint & dinner yang mana tampak kerumunan orang tak mengindahkan protokol kesehatan (menjaga jarak dan memakai […]

  • Presiden Jokowi & Ibu Negara Iriana Melayat Alm. Ibu Ani Yudhoyono

    Presiden Jokowi & Ibu Negara Iriana Melayat Alm. Ibu Ani Yudhoyono

    • calendar_month Ming, 2 Jun 2019
    • account_circle Penulis
    • visibility 2
    • 0Komentar

    Jakarta, Garda Indonesia | Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Ibu Negara Iriana Joko Widodo pada Sabtu, 1 Juni 2019 malam, melayat ke kediaman Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Presiden ke-6 Republik Indonesia di kawasan Puri Cikeas, Bogor, Jawa Barat. Seperti diketahui, Ibu Kristiani Herrawati Yudhoyono (Ani Yudhoyono), istri dari Susilo Bambang Yudhoyono, wafat dalam usia 67 […]

  • Kejar Luaran Paten/Paten Sederhana, Sentra KI PNK Helat Workshop

    Kejar Luaran Paten/Paten Sederhana, Sentra KI PNK Helat Workshop

    • calendar_month Ming, 17 Sep 2023
    • account_circle Penulis
    • visibility 1
    • 0Komentar

    Kupang, Garda Indonesia | Sentra Hak Kekayaan Intelektual Politeknik Negeri Kupang (PNK) menghelat workshop penyusunan dokumen permohonan Paten/Paten Sederhana bagi dosen lingkup Politeknik Negeri Kupang pada 14—15 September 2023 di Hotel Naka. Menghadirkan narasumber Ir. Ikhsan, M.Si. selaku Pemeriksa Paten Utama Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI), Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. Selain […]

  • Hari Kartini, PPA Kluster TTS Helat Konferensi & Festival Perlindungan Anak

    Hari Kartini, PPA Kluster TTS Helat Konferensi & Festival Perlindungan Anak

    • calendar_month Jum, 22 Apr 2022
    • account_circle Penulis
    • visibility 6
    • 0Komentar

    SoE, Garda Indonesia | Peringatan hari Kartini, seluruh pelayanan perempuan dan anak (PPA) Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) menghelat konferensi dan festival perlindungan anak gugus (kluster) SoE di GOR Nekmese pada Kamis, 21 April 2022. Kegiatan dimaksud, diawali dengan ibadat pembukaan yang dipimpin oleh Pdt. Reni Lusi, S.Th., dan dihadiri […]

  • Militer Jadi Tersangka, Firman Wijaya: Ini Penanganan Hukum TNI Aktif

    Militer Jadi Tersangka, Firman Wijaya: Ini Penanganan Hukum TNI Aktif

    • calendar_month Jum, 28 Jul 2023
    • account_circle Penulis
    • visibility 3
    • 0Komentar

    Jakarta, Garda Indonesia | Penetapan Kabasarnas Marsdya Henri Alfiandi dan Koorsmin Kabasarnas Letkol Afri Budi Cahyanto sebagai tersangka dalam kasus penerima suap, kini semakin kompleks. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan Marsdya Henri Alfiandi dan Koorsmin Kabasarnas Letkol Afri Budi Cahyanto sebagai tersangka karena diduga menerima aliran suap hingga 88,3 miliar rupiah. Namun, penetapan tersangka […]

expand_less