Breaking News
light_mode
Trending Tags
Beranda » Opini » Urgensi Peningkatan Literasi Kemiskinan di NTT

Urgensi Peningkatan Literasi Kemiskinan di NTT

  • account_circle Yezua Abel
  • calendar_month Kam, 27 Nov 2025
  • visibility 166
  • comment 0 komentar

Loading

Oleh Yezua Abel, Statistisi pada BPS Kota Kupang

Nusa Tenggara Timur (NTT) sudah lama bergumul dengan masalah kemiskinan. Masih banyak daerahnya yang tertinggal, baik dari sisi akses maupun ketersediaan sumber daya. Singkatan NTT sering dipelesetkan menjadi ‘Nanti Tuhan Tolong”, atau “Nasib Tidak Tentu” meskipun saat ini sudah jarang terdengar. Posisi NTT di antara provinsi lainnya di Indonesia masih berada di peringkat keenam dalam persentase penduduk miskin terbanyak. Lima provinsi dengan posisi lebih tinggi dari NTT adalah Papua, Papua Selatan, Papua Barat, Papua Tengah, dan Papua Pegunungan.

Statistik kemiskinan di NTT terus menunjukkan penurunan baik persentase maupun jumlah meskipun tak signifikan. Hal ini menunjukkan upaya pemerintah untuk menurunkan tingkat kemiskinan ada hasilnya. Persentase penduduk miskin pada Maret 2025 sebesar 18,60 persen, turun dari 19,20 pada September 2024. Demikian juga dengan jumlah penduduk miskin yang turun dari 1,11 juta orang menjadi 1,09 juta orang.

Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan. Garis kemiskinan (GK) adalah nilai pengeluaran kebutuhan minimum untuk makanan, perumahan, sandang, pendidikan, kesehatan, dan kebutuhan pokok lainnya. Pengeluaran minimum makanan dihitung setara dengan 2100 kilo kalori per hari yakni jumlah energi yang setara dengan kebutuhan rata-rata per hari bagi masyarakat Indonesia.

GK untuk provinsi NTT sebesar Rp549.607 per kapita per bulan. Secara rata-rata 1 rumah tangga miskin di Provinsi NTT memiliki 5,59 anggota rumah tangga, maka GK untuk rumah tangga miskin menjadi Rp 3.072.303 per bulan. Jika total pendapatan rumah tangga dari kepala rumah tangga ditambah dengan anggota rumah tangganya tidak mencapai Rp3,1 jutaan maka rumah tangga tersebut termasuk kategori RT miskin.

Target penurunan angka kemiskinan NTT jangka menengah yang ditetapkan oleh Pemerintah Provinsi NTT berada pada kisaran 15,36 sampai 16,26 persen pada tahun 2030 atau rata-rata menurun sekitar 0,69 persen per tahun. Sementara itu penurunan rata-rata angka kemiskinan NTT selama 5 tahun terakhir hanya sekitar 0,26 persen. Hal ini tidak berarti target tersebut tidak bisa tercapai namun perlu strategi dan rencana aksi yang luar biasa. Banyak faktor yang memengaruhi penurunan angka kemiskinan antara lain anggaran yang terbatas, laju pertumbuhan penduduk NTT yang masih tinggi, dan ketersediaan lapangan kerja. Oleh karena itu literasi atau pemahaman tentang kemiskinan yang semakin baik tidak saja oleh pemerintah namun juga masyarakat luas semakin penting.

Kondisi terkini disparitas dan kondisi kemiskinan di NTT

Penurunan angka kemiskinan di NTT masih dibayangi oleh disparitas atau kesenjangan. Disparitas dapat terjadi antarwilayah, antarkelas pendapatan, dan juga antarwaktu. Disparitas yang terjadi antar wilayah perdesaan dan perkotaan masih tinggi dimana persentase kemiskinan di perkotaan hanya 7,68 persen sedangkan di perdesaan sebesar 22,68 persen. Jumlah penduduk miskin di perkotaan hanya 121,85 ribu orang sedangkan di perdesaan mencapai 966,93 ribu orang. GK untuk wilayah perkotaan sebesar Rp.666.633. lebih tinggi daripada GK perdesaan Rp.508.645.

Disparitas kemiskinan juga terjadi secara spasial antarkabupaten-kota. Beberapa kabupaten yang memiliki persentase kemiskinan tertinggi adalah Rote Ndao, Sabu Raijua, Sumba Barat Daya, dan Sumba Timur masing-masing 33,2 persen, 31,8 persen, 29,1 persen, dan 26,8 persen,sedangkan yang memiliki persentase terendah adalah Kota Kupang, Flores Timur, Sikka dan Nagekeo yakni 7,8 persen, 9,7 persen, 10,6 persen dan 10,9 persen.

Dari sisi jumlah, kabupaten yang memiliki penduduk miskin terbanyak adalah Timor Tengah Selatan, Sumba Barat Daya, Kabupaten Kupang dan Manggarai Timur masing-masing sebanyak 116,7 ribu, 97,7 ribu, 87,5 ribu orang, dan 71,9 ribu orang. Sedangkan kabupaten yang memiliki jumlah penduduk miskin paling sedikit adalah Nagakeo, Ngada, Sumba Tengah, dan Malaka yakni masing-masing 18,6 ribu, 19,5 ribu, 22,8 ribu, dan 28,1 ribu orang.

Disparitas antarpenduduk miskin dapat juga dilihat menggunakan indeks keparahan dan indeks kedalaman kemiskinan. Indeks keparahan kemiskinan menggambarkan jarak pengeluaran rata-rata penduduk miskin. Semakin tinggi nilainya berarti semakin parah ketimpangan pengeluaran antarpenduduk miskin. Indeks keparahan NTT masih relatif tinggi sebesar 0,84 dibanding rata-rata nasional sebesar 0,32.

Indeks kedalaman kemiskinan mengukur rata-rata kesenjangan pengeluaran penduduk miskin dibandingkan dengan garis kemiskinan. Semakin tinggi indeks ini, semakin jauh rata-rata pengeluaran penduduk miskin dari garis kemiskinan. Nilai indeks ini pada Maret 2025 sebesar 3,35 sedangkan rata-rata nasional adalah 1,53. Kedua indeks ini menggambarkan bahwa kondisi kemiskinan di NTT sudah cukup parah.

Secara keseluruhan, disparitas antar semua kelompok pendapatan di NTT masih rendah dilihat dari indeks gini sebesar 0,315. Angka ini cenderung menurun dari tahun ke tahun meskipun tidak signifikan. Namun banyak kritikan terhadap indeks gini karena hanya dapat memberikan gambaran secara agregat dan tidak merinci kondisi ketidaksetaraan di tingkat lokal atau antarkelompok masyarakat tertentu. Data pendapatan yang diterima masyarakat pun selama ini hanya memakai pendekatan pengeluaran.

Melihat kemiskinan dari beberapa perspektif

Kemiskinan yang diukur oleh BPS adalah kemiskinan absolut karena menggambarkan kondisi ketika seorang tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar hidupnya. Apabila standar kehidupan seseorang dibandingkan dengan rata-rata standar hidup masyarakat di tempat dia tinggal, kondisi ini dikenal sebagai kemiskinan relatif. Misalnya jika seseorang belum punya mobil sementara di sekitar tempat tinggalnya sudah banyak yang punya mobil.

Memahami angka kemiskinan di NTT tidak cukup hanya melihat dari statistik pendapatan atau pengeluaran saja. Kita perlu menelaahnya dari berbagai perspektif seperti ekonomi, sosial, politik, bahkan budaya. Misalnya kemiskinan yang terjadi di Sumba Timur dan Timor Tengah Selatan sangat berbeda karakteristiknya. Sumba Timur memiliki jumlah penduduk yang lebih sedikit, namun sistem budayanya masih kuat membatasi akses penduduk yang strata sosialnya lebih rendah. Di TTS, tidak ada persoalan strata sosial, namun karena jumlah penduduknya besar dengan sumber daya dan akses yang terbatas menyebabkan jumlah penduduk miskin yang berada di wilayah ini terbanyak di NTT. Isu kemiskinan sangat kompleks sehingga perlu wawasan luas untuk menguraikan dan mengentaskannya.

Dari perspektif ekonomi, kemiskinan dilihat sebagai kondisi dimana pendapatan seseorang berada di bawah garis kemiskinan sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar seperti pangan, sandang, dan papan.

Amartya Sen, pakar ekonomi penerima hadiah Nobel mendefinisikan kemiskinan sebagai ketiadaan kebebasan atau pilihan untuk hidup layak. Dia menekankan bahwa kemiskinan bukan hanya soal materi, tapi juga soal akses dan kesempatan.

Sementara itu dari perspektif sosiologis, Peter Townsend mendefinisikan kemiskinan sebagai ketidakmampuan untuk memenuhi standar hidup yang berlaku di masyarakat, termasuk akses terhadap makanan, tempat tinggal, dan pakaian. Kemiskinan bersifat multidimensi mencakup keterbatasan dalam partisipasi sosial, pendidikan, kesehatan, dan politik.

Kemiskinan yang berlangsung lama di NTT telah menjadi masalah struktural yang harus diperangi pemerintah daerah bersama masyarakat luas. Kemiskinan struktural merupakan kemiskinan yang berakar dari sistem sosial dan ekonomi yang tidak adil, bukan semata-mata dari rendahnya kualitas SDM. Ini terjadi ketika kebijakan pemerintah, sistem pendidikan, atau akses terhadap pekerjaan berhadapan dengan struktur masyarakat secara sistematis menghambat kelompok tertentu untuk keluar dari kemiskinan.

Literasi kemiskinan

Sudah saatnya pemerintah, tokoh masyarakat, maupun tokoh agama memperhatikan tingkat literasi masyarakat terutama tentang kemiskinan. Literasi kemiskinan merupakan pemahaman dan kemampuan seseorang untuk mengamati, mengenali dan mengatasi kemiskinan melalui akses dan pemanfaatan informasi yang relevan. Orang yang memiliki literasi yang cukup dapat mencari dan memahami informasi tentang pendidikan, kesehatan, pekerjaan, dan hak-hak sosial yang dapat meningkatkan kualitas hidup mereka.

Peranan tokoh masyarakat, dan tokoh agama sangat penting dalam meningkatkan literasi kemiskinan. Apa yang disampaikan kepada masyarakat oleh tokoh yang dekat dengan kehidupan sehari-hari biasanya mendapat respons positif apalagi jika disampaikan secara berulang. Informasi atau pesan seputar kemiskinan dapat didesain oleh lembaga atau dinas yang berwenang secara ringkas, menarik dan mudah dimengerti kemudian disampaikan oleh lurah atau kepala desa, imam, pendeta, atau tokoh masyarakat lainnya. Hal ini tentunya akan semakin memudahkan dan meningkatkan kolaborasi dari semua pihak dalam pengentasan kemiskinan.

Penyaluran bantuan sosial harus tepat sasaran dengan menggunakan data kemiskinan menurut nama dan alamat yang akurat dan terbaru. Bahkan dari proses pembaruan data sampai penentuan nama-nama yang terpilih mendapatkan bansos harus diikuti dengan penyampaian informasi dan komunikasi untuk meningkatkan literasi tentang kemiskinan. Penerima bansos akan menerima karena memang memenuhi syarat untuk menerima, sedangkan yang tidak layak pasti akan menolak bansos untuk diberikan kepada yang pantas menerima.

Dengan literasi yang baik, seseorang dapat membuat keputusan ekonomi yang lebih cerdas, seperti mengelola keuangan, memilih pekerjaan, atau memulai usaha kecil. Literasi kemiskinan mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam pembangunan, sehingga masyarakat tidak hanya menjadi penerima bantuan, tetapi juga pelaku perubahan.(*)

 

 

  • Penulis: Yezua Abel

Komentar (0)

Saat ini belum ada komentar

Silahkan tulis komentar Anda

Email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom yang bertanda bintang (*) wajib diisi

Rekomendasi Untuk Anda

  • Ungkit Pendaftaran Kekayaan Intelektual, Kumham NTT Sinergi STIPER Flores Bajawa

    Ungkit Pendaftaran Kekayaan Intelektual, Kumham NTT Sinergi STIPER Flores Bajawa

    • calendar_month Sel, 9 Agu 2022
    • account_circle Penulis
    • visibility 34
    • 0Komentar

    Loading

    Bajawa, Garda Indonesia | Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM (Kumham NTT) menghelat pendampingan pengajuan permohonan Kekayaan Intelektual (KI) di Sekolah Tinggi Pertanian (STIPER) Flores Bajawa, Kabupaten Ngada pada Senin, 8 Agustus 2022. Pendampingan ini untuk menindaklanjuti perjanjian kerja sama (PKS) antara Kanwil KEMENKUMHAM NTT dengan STIPER Flores Bajawa yang ditandatangani pada Juni 2022. Pendampingan […]

  • Dua Wartawan Surabaya Hilang Tanpa Jejak

    Dua Wartawan Surabaya Hilang Tanpa Jejak

    • calendar_month Kam, 6 Sep 2018
    • account_circle Penulis
    • visibility 61
    • 0Komentar

    Loading

    Surabaya,gardaindonesia.id – Dua orang wartawan dari media Koran Memo bernama Alam dan Ridwan, menghilang tanpa jejak, atau tidak diketahui keberadaannya. Sudah 4 hari ini, keduanya tidak pulang dan tanpa kabar. Pihak keluarga juga bingung atas kejadian menghilangnya dua Wartawan yang tidak wajar ini. Berdasarkan surat keterangan nomor: SKET/3009/IX/2018/Restabes Sby/Sek Skm tertanggal 04 September 2018 pukul […]

  • Antara Horas dan Syalom

    Antara Horas dan Syalom

    • calendar_month Jum, 10 Mei 2024
    • account_circle Penulis
    • visibility 77
    • 0Komentar

    Loading

    Oleh : Roni Banase Kamis, 7 Desember 2023 merupakan kali kedua saya berada di Medan, Sumatra Utara. Kedatangan saya ke kota yang terkenal dengan ikonik “Horas” ini untuk mengikuti seremoni pelantikan Dewan Pengurus Wilayah (DPW) Ikatan Media Online (IMO) Indonesia Provinsi Sumatra Utara periode 2023—2028. Lima tahun sebelumnya, pada kisaran Oktober 2018, saya mengikuti perhelatan […]

  • Herman Man : Lansia & Petugas Pelayanan Antusias Terima Vaksin Covid-19

    Herman Man : Lansia & Petugas Pelayanan Antusias Terima Vaksin Covid-19

    • calendar_month Rab, 10 Mar 2021
    • account_circle Penulis
    • visibility 47
    • 0Komentar

    Loading

    Kota Kupang, Garda Indonesia | Wakil Wali Kota Kupang, dokter Hermanus Man, pada Selasa dan Rabu, 9—10 Maret 2021, kembali mengunjungi puskesmas dan tempat pelayanan publik di Kota Kupang yang telah ditentukan untuk melaksanakan proses Vaksinasi Covid-19. Didampingi Tim Satgas Penanganan Covid 19 Kota Kupang, para Camat dan Lurah serta Kepala Puskesmas, dr. Herman Man […]

  • Usai Bangun Huntara, Pemerintah Realisasi Bangun Hunian Tetap di Palu

    Usai Bangun Huntara, Pemerintah Realisasi Bangun Hunian Tetap di Palu

    • calendar_month Sen, 1 Jul 2019
    • account_circle Penulis
    • visibility 38
    • 0Komentar

    Loading

    Palu, Garda Indonesia | Sembilan bulan pasca bencana gempa bumi, tsunami dan likuifaksi di Palu dan sekitarnya, pemerintah kini mulai membangun hunian tetap untuk para korban yang terkena bencana. Untuk tahap awal, akan dibangun sejumlah 3.800 unit hunian tetap di 3 (tiga) lokasi yaitu Tondo, Duyu dan Pombewe. “Saat ini penanganan bencana alam di Sulawesi […]

  • Mahfud MD Bongkar Kebobrokan Proyek BTS BAKTI Kominfo

    Mahfud MD Bongkar Kebobrokan Proyek BTS BAKTI Kominfo

    • calendar_month Sel, 23 Mei 2023
    • account_circle Penulis
    • visibility 31
    • 0Komentar

    Loading

    Jakarta, Garda Indonesia | Proyek menara Base Transceiver Station (BTS) yang digarap Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo), kini makin terbuka kebobrokannya setelah Plt Menkominfo Mahfud MD membongkar kejahatan di balik proyek ambisius ini. Mahfud MD bahkan mengatakan, dari jumlah keseluruhan menara yang dibangun saat ini belum dapat dipastikan apakah semuanya berfungsi atau tidak. Sebab, dari […]

expand_less