Breaking News
light_mode
Trending Tags
Beranda » Opini » Ketika Gubernur Ancam Penjarakan Rakyatnya dan Umpat Mereka “Monyet”

Ketika Gubernur Ancam Penjarakan Rakyatnya dan Umpat Mereka “Monyet”

  • account_circle Penulis
  • calendar_month Sel, 30 Nov 2021
  • visibility 50
  • comment 1 komentar

Loading

Oleh : Emanuel Dapa Loka

Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat kembali berhadap-hadapan dengan rakyatnya sendiri. Dari beberapa potongan video yang beredar luas, terjadi perdebatan sengit dengan Umbu Maramba Hawu. Tampak ia dengan keras dan kasar mengancam memenjarakan, mengancam memukul dan mengumpat rakyatnya dengan kata “monyet”. Dengan cara ini, dia telah merendahkan martabat rakyatnya sendiri.

Mengetahui Gubernur ada di Sumba, pada Sabtu, 27 November 2021, Umbu Maramba Hawu, tuan tanah di Kampung Rende Prayawang, Desa Rindi, Kecamatan Rindi, Kabupaten Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT) bersama keluarganya datang menjumpai sang gubernur di range sapi di daerah tersebut, untuk menanyakan pihak yang telah menyerahkan hak atas tanah mereka kepada Pemerintah Provinsi NTT.

Menurut info yang mereka terima, tanah milik suku mereka sudah beralih kepemilikan ke Pemprov NTT dan akan dijadikan range sapi untuk menghasilkan daging sapi premium. Di atas tanah itu ada perkampungan, bahkan permakaman keluarga.

Keinginan rakyat mempertanyakan status tanah mereka ini, Viktor tangkap sebagai upaya untuk menghalang-halangi proyek sapi premium. Nada bicaranya pun tinggi dan marah besar. Dia muncul sebagai tuan besar yang setiap kata dan kebijakan hanya boleh diterima, tanpa boleh dipertanyakan, apalagi didebat. Belum lagi, Umbu berbicara keras dan memotong pembicaraan Viktor.

Yang dia hadapi adalah tuan tanah dengan gelar Umbu Maramba. Dalam struktur masyarakat setempat, gelar tersebut masuk dalam golongan ningrat, apalagi sudah sepuh. Namun, hal tersebut sama sekali tidak masuk dalam hitungan Viktor. Dia justru mengancam untuk memenjarakan.

Apakah benar, Gubernur adalah pejabat negara yang bisa seenaknya memenjarakan warga yang bertanya atas hak milik mereka? Umbu pun menyatakan siap mati demi mendapatkan kembali tanahnya.

Sangat keliru jika Viktor menilai sikap warga tersebut sebagai upaya menghalang-halangi atau menolak kemauan baiknya untuk menyejahterakan mereka dengan proyek sapi itu. Rakyat yang sama justru sudah merelakan begitu banyak bidang tanah mereka yang lain kepada Pemerintah untuk mendukung maksud baik Pemerintah “menyejahterakan rakyat” itu.

“Apa lagi yang saya tidak baik ini? Itu (tanah yang sudah dia serahkan) untuk negara ini, untuk Gubernur,” ungkap Umbu tentang tanah yang telah ia serahkan, seperti tertangkap dalam video yang beredar luas itu.

Gaya Komunikasi Buruk

Dengan perasaan sebagai orang besar yang harus dihormati, Viktor menghadapi rakyat dengan kasar. Dia tidak menunjukkan sikap rendah hati di hadapan rakyat yang telah memilihnya, yang ketika kampanye dia mohon-mohon dukungan dengan berbagai janji.

Bukan sekali ini saja Viktor merendahkan rakyatnya sendiri. Dia sering kali menyebut rakyatnya bodoh, miskin dan sebagainya. Ini adalah kata-kata yang mematikan. Benar bahwa mereka bodoh, tapi apakah kebodohan yang mereka sendiri tidak kehendaki itu yang harus ditonjol-tonjolkan? Tidak adakah sisi baik lain yang bisa diangkat untuk mendongkrak semangat dan rasa percaya diri mereka agar bangkit dari kemiskinan dan kebodohan?

Mestinya, Viktor perlu berkaca diri dan mengajukan pertanyaan amat tajam kepada dirinya sendiri: apa yang mesti saya lakukan dan bagaimana melakukan untuk membuat mereka tidak bodoh dan miskin lagi? Apa yang telah kuperbuat untuk rakyat? Sebentar lagi periode kepemimpinannya akan berakhir. Apakah lima tahun akan berlalu begitu saja, bahkan menyimpan luka?

Bukankah ketika kampanye dia telah menghambur-hamburkan janji bahwa “kepulangannya” ke NTT adalah untuk membangun dan menolong rakyat NTT keluar dari kemiskinan dan kebodohan? Mestinya, dia menjadi teman satu perjalanan rakyat secara menyenangkan dalam menjemput perbaikan hidup yang dia janjikan.

Senjata “panggilan mengabdi rakyat” telah ampuh mengantar Viktor ke “singgasana”, tetapi singgasana itu dia pakai untuk memaki dan merendahkan rakyatnya.

Kalau Viktor paham etika berkomunikasi dan mau menekan arogansinya, serta paham perasaan sosiologis masyarakat, bukan begitu cara berkomunikasi dengan rakyat.

Etnis Kambera di Sumba Timur terkenal sangat patuh terhadap pemimpin. Apa kata raja mereka, itulah yang mereka ikuti. Dalam struktur kepemimpinan modern, mereka akan tunduk pada kata Gubernur. Dengan demikian, menjadi pertanyaan, mengapa sampai terjadi perlawanan sengit semacam ini? Sangat mungkin karena telah terjadi pengabaian dan semena-mena terhadap mereka. Karenanya mereka pertanyakan.

Andai Gubernur menghadapi rakyat tersebut dengan elegan dan menjawab pertanyaan mereka dengan tenang tanpa meledak-ledak dan arogan, tidak terjadi cekcok yang melukai dengan parah perasaan dan martabat kemanusiaan.

Sayangnya, oleh karena merasa sebagai orang besar dari singgasana yang “maha”, Viktor terlebih dahulu memandang rakyat di kampung sebagai tidak berharga, bodoh, miskin dan harus ikut saja apa maunya, tanpa boleh bertanya sedikit pun.

Sekali lagi, kalau paham adat dan perasaan sosio kultural setempat, Viktor tidak akan lekas marah-marah. Dia justru akan merangkul, menepuk bahu, ajak makan sirih pinang di atas tikar. Atau malah secara spontan menyatakan kesediaan mengunjungi kampung rakyat yang menghadapnya. Saat itu juga. Di sana justru dia akan diterima dengan sangat terhormat, lalu kesempatan itu bisa dia manfaatkan untuk bicara dari hati ke hati tentang banyak hal sebagai anak dan bapak.

Dengan begitu, status tanah bisa dibicarakan baik-baik dan proyek tersebut akan berjalan mulus. “Kemauan baik” untuk mengurus rakyat pun mencapai titik sukses. Sayangnya, Viktor justru memproklamirkan diri sebagai pejabat yang akan mengangkut dan memasukkan rakyat ke dalam penjara. Sungguh menyedihkan! (*)

Foto utama (*/koleksi Garda Indonesia)

  • Penulis: Penulis

Rekomendasi Untuk Anda

  • Menko Polhukam: Anggaran Pilkada Belum Cair, Hanya Miskomunikasi

    Menko Polhukam: Anggaran Pilkada Belum Cair, Hanya Miskomunikasi

    • calendar_month Jum, 26 Jun 2020
    • account_circle Penulis
    • visibility 53
    • 0Komentar

    Loading

    Surabaya, Garda Indonesia | Menko Polhukam Mahfud MD menanggapi informasi yang menyebutkan bahwa anggaran Pilkada Serentak belum cair sehingga KPU membuka peluang untuk menunda Pilkada. “Itu hanya miskomunikasi. Yang benar, Menteri Keuangan sudah mencairkan kepada KPU Pusat tetapi ketua KPU Pusat belum dapat info dari sekjennya. Dan Sekretariat Jenderal belum mentransfer ke daerah karena daerah-daerah […]

  • PLN Rampungkan Pengadaan Tanah PLTP Ulumbu 5—6 Manggarai

    PLN Rampungkan Pengadaan Tanah PLTP Ulumbu 5—6 Manggarai

    • calendar_month Rab, 20 Des 2023
    • account_circle Penulis
    • visibility 39
    • 0Komentar

    Loading

    Mataram, Garda Indonesia | PLN (Persero) Unit Induk Pembangunan Nusa Tenggara (UIP Nusra) melalui unit pelaksana proyek (UPP) Nusra 2 berhasil mengamankan aset seluas 7,9 hektare untuk pengembangan pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) Ulumbu (2×20 MW) unit 5—6 di Poco Leok, Kecamatan Satarmese, Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur (NTT). Proses penyerahan hak atas aset […]

  • Abdullah Azwar Anas Dilantik Jadi Menteri PAN-RB, Ini Alasannya

    Abdullah Azwar Anas Dilantik Jadi Menteri PAN-RB, Ini Alasannya

    • calendar_month Rab, 7 Sep 2022
    • account_circle Penulis
    • visibility 71
    • 0Komentar

    Loading

    Jakarta, Garda Indonesia | Presiden Joko Widodo resmi melantik Abdullah Azwar Anas sebagai Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB) untuk sisa masa jabatan periode tahun 2019—2024. Acara pelantikan berlangsung di Istana Negara, Jakarta, pada Rabu, 7 September 2022. Abdullah Azwar Anas dilantik berlandaskan pada Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 91/P Tahun 2022 tentang […]

  • MoriGe Bertumbuh Bersama Bank NTT

    MoriGe Bertumbuh Bersama Bank NTT

    • calendar_month Sel, 28 Mar 2023
    • account_circle Penulis
    • visibility 74
    • 0Komentar

    Loading

    Kupang, Garda Indonesia | Gledys Naray, pemilik usaha MoriGe, bersama pekerja mempersiapkan kukis kelor (moringa cookies) yang sudah dikemas untuk dikirim ke konsumen. Pada rumah produksi yang terletak tak jauh dari Kantor Pusat Bank NTT, saban hari, Gledys dan para pekerja membuat kukis berbahan dasar kelor dan sorgum, serta teh kelor yang mengandung nutrisi dan vitamin yang bermanfaat […]

  • Surga Tersembunyi  di Pulai Sabu Raijua

    Surga Tersembunyi di Pulai Sabu Raijua

    • calendar_month Sel, 10 Sep 2019
    • account_circle Penulis
    • visibility 57
    • 0Komentar

    Loading

    Oleh Yumi Ke Lele Sabu Raijua-NTT, Garda Indonesia | Bersyukur puji TUHAN dan terima kasih sebesar – besarnya kepada Pemda Sabu Raijua, atas kegiatan yang luar biasa tahun ini yaitu Festival Jelajah Pesona Kelabba Madja 2019 yang dihelat pada 9—12 September 2019. Sabu yang dulu, sangat berbeda dengan sekarang. Jika dulu, Pulau Sabu merupakan Pulau […]

  • Bupati Belu Tutup Latihan Dasar Militer Mahasiswa Universitas Pertahanan

    Bupati Belu Tutup Latihan Dasar Militer Mahasiswa Universitas Pertahanan

    • calendar_month Kam, 26 Agu 2021
    • account_circle Penulis
    • visibility 38
    • 0Komentar

    Loading

    Belu–NTT, Garda Indonesia | Bupati Belu, dr. Agustinus Taolin, Sp.PD – KGEH, FINASIM tampil sebagai inspektur upacara penutupan latihan dasar militer (latsarmil) 175 orang mahasiswa Fakultas Vokasi Universitas Pertahanan Republik Indonesia (Unhan RI) di Mako Yonif Raider Khusus 744/SYB, Kecamatan Tasifeto Timur, Kabupaten Belu, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) pada Kamis, 26 Agustus 2021, pukul […]

expand_less